Rabu, 31 Maret 2010

KRONOLOGIS RAMADHAN BERDARAH (1/3)

PrimamoristaAgung
Mon, 6 Mar 2000 00:53:46 -0800
TRAGEDI RAMADHAN BERDARAH DI TOBELO DAN GALELA

MEMBONGKAR KEMUNAFIKAN & KEBIADABAN KAUM KRISTIANI TOBELO


A.     PENDAHULUAN



Tragedi  Ramadhan berdarah yang menimpa kaum Muslimin di Tobelo, Galela dan
Halmahera  Utara  Propinsi  Maluku Utara, sungguh telah menyayat hati Ummat
Islam  dimuka  bumi  ini.  Betapa  tidak, tragedi ini lebih tepat dikatakan
sebagai  "Lahan  Pembantaian"  dan pemusnahan terhadap Ummat Islam (Moslems
Cleansing)   yang  dilakukan  oleh  Kelompok  Kristen  Tobelo,  Galela  dan
Halmahera  Utara.  Ummat Kristen Tobelo yang selama ini sangat akrab dengan
kaum  Muslim  Tobelo  (karena  ada  yang  memiliki  ikatan persaudaraan dan
kekeluargaan)  ternyata  mempunyai  itikad  buruk  dan  niat  jelek, bahkan
ketulusan yang ditunjukkan hanya sebuah sandiwara belaka.

Dalam  tragedi  kemanusiaan  ini,  Ummat Kristiani Tobelo yang dalam banyak
kesempatan  sering menggembar-gemborkan dan menyatakan diri sebagai pembawa
pesan  kasih  dan damai Kristus. Ternyata, mereka tak ubahnya perusak nilai
kasih  dan  damai  yang  dibawa  Kristus.  Mereka seperti binatang dan kaum
barbarian,  membantai, mecincang, memperkosa, memakan daging, meminum darah
dan  menjarah.  Inikah  wujud  dari ajaran-ajaran Yesus Kristus yang dianut
Kaum  Kristiani  Tobelo  "  Bahkan para pendeta-pendeta pun (lengkap dengan
pakaian  toganya) memimpin pasukan merah (Kelompok Nasrani) dan meneriakkan
kata-kata kotor yang tidak pantas diucapkan oleh seorang pendeta.

Tragedi   kemanusiaan   ini   ternyata   telah   meruntuhkan  semua  ikatan
persaudaraan dan kekeluargaan yang telah ada dan dibina sejak lama. Sia-sia
sudah  semua  ketulusan  yang  telah  dibangun oleh Ummat Islam selama ini.
Kini,  sudah terbangun tembok-tembok dendam dansakit hati dari Ummat Islam,
dan  membutuhkan  waktu  lama untuk mengembalikan bangunan kebersamaan yang
pernah  ada.  Terbantainya  dan didzaliminya Ummat Islam yang sedang  dalam
suasana khusyu menjalankan Ibadah Puasa, menunjukkan bahwa Ummat Islam sama
sekali  tidak  menyangka akan diperlakukan seperti itu oleh kaum Kristiani.
Dan  pihak  Kaum  Kristiani  nyata-nyata  telah  memutar-balikan fakta ini.
Sungguh,  kaum  Kristiani  Tobelo  adalah  orang-orang  yang  tak bermoral,
pendusta dan biadab. Sudah melempar batu, sembunyi tangan"!



B.     IKATAN PERSAUDARAAN YANG SEMU ; Merancang Sumber Petaka


Tobelo  adalah sebuah kota kecamatan penting di Maluku Utara yang merupakan
daerah  pertumbuhan  ekonomi  baru  serta  menjadi  andalan  dari  beberapa
kecamatan  disekitarnya.  Didaerah  ini,  tumbuh pesat dengan beragam etnis
kultur.  Berbagai  lapisan  masyarakat  dari  berbagai daerah berada dikota
kecil ini. Olehnya itu arus akumulasi, akulturasi dan asimilasi budaya yang
dibawa  oleh  penduduk  pendatang  dengan  cepat  dapat berinteraksi dengan
penduduk  asli,  yang  memiliki  adat  istiadat  serta  budaya yang disebut
Hibualamo  (rumah  besar).  Dalam nilai falsafah adat-budaya ini, Hibualamo
lebih  dikenal  sebagai  nilai  budaya yang terbuka (inklusif) dengan semua
unsur yang datang dari luar Tobelo.

Saat merebaknya amuk rusuh dan konflik terbuka secara horisontal dibeberapa
daerah  (terutama Ambon) masyarakat pemilik adat budaya Hibualamo ini (baik
yang  beragama  Islam  maupun Kristen) melakukan upaya antisipasi agar amuk
rusuh  tidak  terjadi  di   Tobelo.   Berbagai  pertemuan lewat acara makan
bersama  (antara  warga  Islam dan warga Kristen), dialog antar tokoh agama
dan  tokoh  masyarakat,  Pertemuan Keluarga Besar (seperti : Keluarga Gura,
Keluarga  Marga  Hadj  dan  Marga Djawa baik dari Islam maupun Kristen, dan
lain-lain  dilakukan.  Dari  kalangan  Islam,  semua  upaya-upaya dilakukan
secara  ikhlas dan tidak sedikitpun merasa curiga dengan kaum Nasrani untuk
melakukan  upaya-upaya  antisipasi.  Sehingga  segala rencana jahat dan apa
yang  ada  dibalik semua kebersamaan dengan kaum Nasrani, sama sekali tidak
diketahui oleh kaum Muslimin.

Akhirnya,  saat  terjadi  konsentrasi  pengangkutan pengungsi warga Kristen
yang  dipusatkan  di  Tobelo dan dikoordinir oleh Sinode GMIH, mulai muncul
kecurigaan  dikalangan  Ummat  Islam  Tobelo.  Perlu  dikrtahui, bahwa saat
pengungsi  warga  Kristen  (kebanyakan  laki-laki  dewasa dan remaja, serta
ditambah  sedikit  anak-anak  dan wanita) tumpah ruah di Tobelo, sebenarnya
Camat  Tobelom  (waktu  itu  Bpk. Agil Bachmid, BA) tidak mau menerima para
pengungsi  itu,  namun didesak oleh Sinode GMIH bahwa Sinode GMIH yang akan
bertanggung  jawab terhadap kondisi keamanan wilayah Tobelo. Para pengungsi
yang  terus  mengalir  ke  Tobelo,  ditempatkan  didesa-desa  yang  menjadi
kantong-kantong  Kristen,  seperti : Desa Kupa-kupa, Desa Pitu, Desa Wosia,
Desa Tomahalu, Desa Gamlaha (Kao), dan desa-desa yang berada diarah selatan
Tobelo,  Lalu juga ada yang ditempatkan di Sinode GMIH, STT-GMIH serta Desa
Wari dan MKCM (dua Desa ini berada disebelah Utara Tobelo).

Arus  pemasokan  pengungsi  warga  Kristen ke Tobelo (yang berjumlah kurang
lebih 30.000 orang) dilakukan sebulan sebelum pecah amuk rusuh Tobelo, jadi
sekitar  pertengahan  bulan  Nopember  hhingga  awal  Desember  1999.   Ini
mengisyaratkan  bahwa Sinode-GMIH telah membuat sebuah rencana dan strategi
pecahnya amuk rusuh Tobelo.

Pada  Jumat  24 Desember 1999 malam (menjelang Hari natal 25 Desember 1999)
dengan  beberapa  buah truk, telah diangkut ratusan warga Kristen dari Desa
Leleoto, Desa Paso dan Desa Tobe ke Tobelo dengan alasan pengamanan gereja.
Warga   Kristen   yang   diangkut   tersebut  menggunakan  atribut  lengkap
(seolah-olah  mau  perang) seperti kain ikat kepala berwarna merah, tombak,
parang  dan  panah.  Mengetahui gelagat yang kurang baik dari warga Kristen
tersebut,  Ummat  Islam Tobelo mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres
dari warga Kristen. Padahal saat itu, Ummat Islam dalam suasana menjalankan
ibadah  puasa.  Tanpa  konflik  maupun  pertentangan antar warga, maka pada
tanggal  26  Desember  1999  malam (Minggu malam), pecahlah amuk rusuh yang
"hanya"  (atau  sudah  dirancang)  dipicu  oleh  pelemparan (?) rumah milik
(Purn.) Polisi Chris Maltimu.

Tobelopun  membara,  dan berbagai persaudaraan dan kekeluargaan yang diikat
dengan  adat-budaya  Hibualamo hancurlah sudah. Tragedi itu meledak dibulan
suci  Ramadhan  1420  H.  Dapat  diketahui,  bahwa selama ini warga Kristen
Tobelo  hanya  berbungkus  kepura-puraan  dan  kemunafikan. Inilah, Tragedi
Ramadhan  Berdarah  di  Tobelo,  dan merupakan tragedi kemanusiaan terbesar
dalam   sejarah   kerusuhan   di  Indonesia.  Tobelo  telah  menjadi  lahan
pembantaian  yang dilakukan warga Nasrani terhadap warga Muslim. Bahkan ada
warga  Muslim yang dihabiskan (dibantai) dalam masjid (kebanyakan anak-anak
dan  ibu-ibu,  saksi tentang ini ada di Ternate). Para wanitanya diperkosa,
setelah  itu  dihabisi  dan  dibantai, dan dicincang. Ada lagi warga Muslim
yang  telah  menjadi  mayat  dagingnya  dimakan  dan  darahnya diminum oleh
algojo-algojo  pembantai  warga  Kristen. Persis seperti kaum Barbarian dan
binatang buas. Tak ada lagi Peri- Kemanusiaan.

(Bersambung ke bagian dua)

Sumber : Team Investigasi Posko Keadilan Peduli Ummat
Web site http://www.malu.ku.org

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh


Tidak ada komentar:

Posting Komentar