PrimamoristaAgung
Mon, 6 Mar 2000 00:53:46 -0800
TRAGEDI RAMADHAN BERDARAH DI TOBELO DAN GALELA MEMBONGKAR KEMUNAFIKAN & KEBIADABAN KAUM KRISTIANI TOBELO A. PENDAHULUAN Tragedi Ramadhan berdarah yang menimpa kaum Muslimin di Tobelo, Galela dan Halmahera Utara Propinsi Maluku Utara, sungguh telah menyayat hati Ummat Islam dimuka bumi ini. Betapa tidak, tragedi ini lebih tepat dikatakan sebagai "Lahan Pembantaian" dan pemusnahan terhadap Ummat Islam (Moslems Cleansing) yang dilakukan oleh Kelompok Kristen Tobelo, Galela dan Halmahera Utara. Ummat Kristen Tobelo yang selama ini sangat akrab dengan kaum Muslim Tobelo (karena ada yang memiliki ikatan persaudaraan dan kekeluargaan) ternyata mempunyai itikad buruk dan niat jelek, bahkan ketulusan yang ditunjukkan hanya sebuah sandiwara belaka. Dalam tragedi kemanusiaan ini, Ummat Kristiani Tobelo yang dalam banyak kesempatan sering menggembar-gemborkan dan menyatakan diri sebagai pembawa pesan kasih dan damai Kristus. Ternyata, mereka tak ubahnya perusak nilai kasih dan damai yang dibawa Kristus. Mereka seperti binatang dan kaum barbarian, membantai, mecincang, memperkosa, memakan daging, meminum darah dan menjarah. Inikah wujud dari ajaran-ajaran Yesus Kristus yang dianut Kaum Kristiani Tobelo " Bahkan para pendeta-pendeta pun (lengkap dengan pakaian toganya) memimpin pasukan merah (Kelompok Nasrani) dan meneriakkan kata-kata kotor yang tidak pantas diucapkan oleh seorang pendeta. Tragedi kemanusiaan ini ternyata telah meruntuhkan semua ikatan persaudaraan dan kekeluargaan yang telah ada dan dibina sejak lama. Sia-sia sudah semua ketulusan yang telah dibangun oleh Ummat Islam selama ini. Kini, sudah terbangun tembok-tembok dendam dansakit hati dari Ummat Islam, dan membutuhkan waktu lama untuk mengembalikan bangunan kebersamaan yang pernah ada. Terbantainya dan didzaliminya Ummat Islam yang sedang dalam suasana khusyu menjalankan Ibadah Puasa, menunjukkan bahwa Ummat Islam sama sekali tidak menyangka akan diperlakukan seperti itu oleh kaum Kristiani. Dan pihak Kaum Kristiani nyata-nyata telah memutar-balikan fakta ini. Sungguh, kaum Kristiani Tobelo adalah orang-orang yang tak bermoral, pendusta dan biadab. Sudah melempar batu, sembunyi tangan"! B. IKATAN PERSAUDARAAN YANG SEMU ; Merancang Sumber Petaka Tobelo adalah sebuah kota kecamatan penting di Maluku Utara yang merupakan daerah pertumbuhan ekonomi baru serta menjadi andalan dari beberapa kecamatan disekitarnya. Didaerah ini, tumbuh pesat dengan beragam etnis kultur. Berbagai lapisan masyarakat dari berbagai daerah berada dikota kecil ini. Olehnya itu arus akumulasi, akulturasi dan asimilasi budaya yang dibawa oleh penduduk pendatang dengan cepat dapat berinteraksi dengan penduduk asli, yang memiliki adat istiadat serta budaya yang disebut Hibualamo (rumah besar). Dalam nilai falsafah adat-budaya ini, Hibualamo lebih dikenal sebagai nilai budaya yang terbuka (inklusif) dengan semua unsur yang datang dari luar Tobelo. Saat merebaknya amuk rusuh dan konflik terbuka secara horisontal dibeberapa daerah (terutama Ambon) masyarakat pemilik adat budaya Hibualamo ini (baik yang beragama Islam maupun Kristen) melakukan upaya antisipasi agar amuk rusuh tidak terjadi di Tobelo. Berbagai pertemuan lewat acara makan bersama (antara warga Islam dan warga Kristen), dialog antar tokoh agama dan tokoh masyarakat, Pertemuan Keluarga Besar (seperti : Keluarga Gura, Keluarga Marga Hadj dan Marga Djawa baik dari Islam maupun Kristen, dan lain-lain dilakukan. Dari kalangan Islam, semua upaya-upaya dilakukan secara ikhlas dan tidak sedikitpun merasa curiga dengan kaum Nasrani untuk melakukan upaya-upaya antisipasi. Sehingga segala rencana jahat dan apa yang ada dibalik semua kebersamaan dengan kaum Nasrani, sama sekali tidak diketahui oleh kaum Muslimin. Akhirnya, saat terjadi konsentrasi pengangkutan pengungsi warga Kristen yang dipusatkan di Tobelo dan dikoordinir oleh Sinode GMIH, mulai muncul kecurigaan dikalangan Ummat Islam Tobelo. Perlu dikrtahui, bahwa saat pengungsi warga Kristen (kebanyakan laki-laki dewasa dan remaja, serta ditambah sedikit anak-anak dan wanita) tumpah ruah di Tobelo, sebenarnya Camat Tobelom (waktu itu Bpk. Agil Bachmid, BA) tidak mau menerima para pengungsi itu, namun didesak oleh Sinode GMIH bahwa Sinode GMIH yang akan bertanggung jawab terhadap kondisi keamanan wilayah Tobelo. Para pengungsi yang terus mengalir ke Tobelo, ditempatkan didesa-desa yang menjadi kantong-kantong Kristen, seperti : Desa Kupa-kupa, Desa Pitu, Desa Wosia, Desa Tomahalu, Desa Gamlaha (Kao), dan desa-desa yang berada diarah selatan Tobelo, Lalu juga ada yang ditempatkan di Sinode GMIH, STT-GMIH serta Desa Wari dan MKCM (dua Desa ini berada disebelah Utara Tobelo). Arus pemasokan pengungsi warga Kristen ke Tobelo (yang berjumlah kurang lebih 30.000 orang) dilakukan sebulan sebelum pecah amuk rusuh Tobelo, jadi sekitar pertengahan bulan Nopember hhingga awal Desember 1999. Ini mengisyaratkan bahwa Sinode-GMIH telah membuat sebuah rencana dan strategi pecahnya amuk rusuh Tobelo. Pada Jumat 24 Desember 1999 malam (menjelang Hari natal 25 Desember 1999) dengan beberapa buah truk, telah diangkut ratusan warga Kristen dari Desa Leleoto, Desa Paso dan Desa Tobe ke Tobelo dengan alasan pengamanan gereja. Warga Kristen yang diangkut tersebut menggunakan atribut lengkap (seolah-olah mau perang) seperti kain ikat kepala berwarna merah, tombak, parang dan panah. Mengetahui gelagat yang kurang baik dari warga Kristen tersebut, Ummat Islam Tobelo mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres dari warga Kristen. Padahal saat itu, Ummat Islam dalam suasana menjalankan ibadah puasa. Tanpa konflik maupun pertentangan antar warga, maka pada tanggal 26 Desember 1999 malam (Minggu malam), pecahlah amuk rusuh yang "hanya" (atau sudah dirancang) dipicu oleh pelemparan (?) rumah milik (Purn.) Polisi Chris Maltimu. Tobelopun membara, dan berbagai persaudaraan dan kekeluargaan yang diikat dengan adat-budaya Hibualamo hancurlah sudah. Tragedi itu meledak dibulan suci Ramadhan 1420 H. Dapat diketahui, bahwa selama ini warga Kristen Tobelo hanya berbungkus kepura-puraan dan kemunafikan. Inilah, Tragedi Ramadhan Berdarah di Tobelo, dan merupakan tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah kerusuhan di Indonesia. Tobelo telah menjadi lahan pembantaian yang dilakukan warga Nasrani terhadap warga Muslim. Bahkan ada warga Muslim yang dihabiskan (dibantai) dalam masjid (kebanyakan anak-anak dan ibu-ibu, saksi tentang ini ada di Ternate). Para wanitanya diperkosa, setelah itu dihabisi dan dibantai, dan dicincang. Ada lagi warga Muslim yang telah menjadi mayat dagingnya dimakan dan darahnya diminum oleh algojo-algojo pembantai warga Kristen. Persis seperti kaum Barbarian dan binatang buas. Tak ada lagi Peri- Kemanusiaan. (Bersambung ke bagian dua) Sumber : Team Investigasi Posko Keadilan Peduli Ummat Web site http://www.malu.ku.org Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar