Rabu, 31 Maret 2010

AMBON BLOOD The Moslem Cleansing Chapter III

KRONOLOGIS TRAGEDI RAMADHAN BERDARAH DI TOBELO
( DAN SEKITARNYA ) HALMAHERA  UTARA PROPINSI MALUKU UTARA )
Per 26 s/d 03 Januari 2000
forward by Hasan Rasyidi
07 Januari 2000
Pendahuluan
Propinsi  Maluku  Utara  baru saja merayakan kemenangan atas disahkan  serta  diresmikannya  oleh Pemerintah menjadi salah satu Propinsi diantara  26  Propinsi  di  Indonesia,  namun  seiring dengan suka cita itu ternyata  membawa  sejumlah persoalan yang dimulai dari Konflik masyarakat Malifut ? Kao yang mencuat kepermukaan dengan dalil perbatasan ternyata sesungguhnya  adalah  cikal  bakal  konflik  berbau  SARA  yang dikelabui di wilayah ini  kenapa  tidak,  kondisi riil di lapangan  Malifut adalah simbol umat Islam  di  Halmahera Bagian Utara dan Kao (walau ada muslim ) tapi mayoritas yang  mendiami  kaum  Nasarani, kejadian demi kejadian beruntun  meluas ke Pulau Tidore,  Halmahera  bagian  Tengah  dan  Selatan  sampai ke Pulau Ternate.
Menurut  sumber-sumber  yang  dapat  dipercaya  kerusuhan  ini terjadi ada  kaitanya  dengan  tragedi  di Ambon hal ini disebabkan kelompok masyarakat  Ambon  Nasrani  sebagian  melarikan  diri  ke  Maluku Utara. Disamping itu  dipicu  lagi  dengan  rasa  Feodalnya Sultan Ternate yang ingin
menunjukan  Kebobrokanya  dengan  memamfaatkan  pasukanya  menyerang warga muslim yang
mendiami  Kota  Ternate  terutama    suku  Makian, Bacan,Tidore dan Sanana  (konon  sebagai  lawan politiknya) dengan puncaknya Pembakaran sekitar 100  buah  rumah  di  kelurahan  Kampung Pisang, Tanah Tinggi dan Maliarao oleh  pasukan  adat  kesultanan  ternyata  konspirasi  yang  di  mainkan  adalah  konspirasi   murahan   yang  dibuktikan  dengan  pasukan  tersebut adalah  orang-orang  Nasarani  dan berhasil di gempur  masyarakat  Muslim (pasukan  putih)  di Istana Sultan sehingga sultan Ternate menyerah dihadapan sultan  Tidore dan disaksikan oleh Gubernur Maluku Utara Sulasmin SH.
Tanggal  25  Desember tidak selalu diidentikkan dengan hari Natal yang  merupakan  hari  suci  Umat  Nasrani dimana hari itu umat Islam pun dengan  landasan  toleransi selalu menghormati, namun di Tobelo, Ibukota kecamatan  Tobelo,  Kabupaten  Maluku  Utara Propinsi termuda Maluku Utara. Lain yang  dirasakan  yakni  suatu  Tragedi yang tak mungkin dilupakan oleh umat yang  namanya  umat  Islam  di Jazirah Utara Al-Muluk  ( nama awal Maluku ) ini.  Seperti  diuraikan dalam kronologis berikut :
Kecamatan Tobelo
Minggu, 26 Desember 1999
Pukul  20.15 WIT, terjadi pelemparan rumah milik seorang warga muslim  tak diketahui asal lemparan, tak berapa lama terjadi lemparan balasan yang  menurut  saksi  mata  mengenai  rumah  milik  purnawirawan polisi bermarga  Maitimu  di  daerah Gosoma Barat, suasana ini dapat dikendalikan. Lalu ada  warga  yang  melihat purnawirawan Maitimu ini berjalan menuju Gosoma (yang  dominasi  ditempati  warga  Kristen).  Selanjutnya  dalam waktu yang tidak  terlalu  lama,  terlihat  5  orang pemuda dari Gosoma mabuk  dan berteriak  kearah  tempat  pasar kaget. Kejadian ini berlangsung pada saat Umat Islam  sedang  melaksanakan  sholat  Isya dan Tarwih, kelakuan pemuda ini membuat  masyarakat  kaget  dan melarikan diri, Ketika itu kelima pemuda itu menuju  jalan  depan  Gereja Pantekosta, dari situlah tiang listrik dan bel gereja  dibunyikan.
Sekitar  pukul  21.30  WIT  terdengar  tanda  pemukulan tiang listrik  diselingi  bunyi  lonceng Gereja , pada saat yang sama juga terdengar bom.  Suasana  malam  mulai  gempar.  Masyarakat  di Desa Jalan Baru (Islam) dan  Gosoma  (Kresten)  mulai  berhadapan  dan saling engkonsentrasikan
massa,  ketika itu korban yang meninggal awal adalah 2 orang.
Senin, 27 Desember 1999
Sekitar  pukul 03.00 WIT merebak informasi bahwa akan ada penyerangan  dari kelompok merah ke kaum muslimin yang berada diantara  kelompok  merah  (dikelilingi).       Pukul 05.00 bersamaan dengan tiba shalat Subuh terjadi penyerangan ke  kaum  muslimin  (oleh  kaum  muslimin  inamakan  serangan  fajar)  dengan  kejadian  ini  akhirnya  terjadi  bentrok  antara  kedua bela pihak hingga
siang  hari dan akibatnya banyak korban  dipihak muslimin mulai berjatuhan  (bertambah).  Hal  ini  diketahui  dari  banyak  korban  yang dilarikan ke   masjid,   saat  yang  sama telah terjadi pembakaran rumah hingga pagi hari  arus pengunsi mulai membludak diinstansi militer
Selasa, 28 Desember 1999
Masih  terjadi  bentrok  kedua  bela pihak, korban sudah berjumlah 13  orang  yang  sempat  diketahui,  menurut  saksi  mata  kelompok merah yang  menyerang  dengan  menggunakan  senjata  lengkap  berupa  parang,  tombak,  panah-panah,  bom  Molotov,  senjata  bahkan granat. Kondisi kaum muslimin  saat itu semakin parah karena persedian yang dimiliki suda tidak ada lagi  Menurut  saksi  mata  bahwa  sebelumnya  yaitu  hari  Jum?at  melihat  masyarakat  mengangkut panah-panah  ke dalam gedung gereja dan mengatakan  bahwa natal kali ini adalah Natal berdarah.
Rabu, 29 Desember 1999
 Sekitar  pukul 06.00 WIT di Desa Togolihua di serang dari dua penjuru  yakni  dari  arah utara dan selatan pasukan kelompok meraha (Nasrani) yang  berjumlah  sekitar  lebih  dari  seribu  personil  melakukan kontak dengan  masyarakat  muslimin  Desa Togolihua bentrokan terjadi hingga pukul
11.300  WIT  dengan  keterbatasan  persiapan  yang  dimiliki oleh masa muslim Desa  Togolihua dan jumlah kelompok penyerangan yang sangat besar  sehingga pada  pukul  12.00  WIT Desa Muslim Tigolihua nyaris ditelan oleh kelompok merah  dengan demikian korban dikelompok muslim tidak bisa terhindari.
Di  Mesjid  Al Ikhlas (Kompleks Pam) tempat diungsikanya para ibu dan  anak-anak  menjadi  sasaran empuk (terjadi pembataian yang sangat menyayat  hati  kaum mulimin) karena disana terdapat sekittar 400 (empat ratus) jiwa  dibantai habis-habisan tidak ada satu pun yang meloloskan diri.  Ada  beberapa   wanita  yang dibawa ke Desa Tobe (sekitar 9 KM ) dari  Desa  Togolihua  mereka  dikembalikan  dengan  tidak  menggunakanan busana  sehelai  pun (telanjang). Pada saat yang sama juga menurut penuturan saksi  mata,  korban  yang  sempat  jatu  dicincang dan dijejerkan  kepala mereka  diruas jalan.
Modus  operasi yang dilakukan oleh kelompok merah mula-mula melakukan  pemboman  kemudian dilanjutkan dengan pembakaran dengan demikian tidak ada  satu pun yang lolos dari sasaran mereka
Kamis - Jum'at, 30-31 Desember 1999
Asrama  kompi  C  732  di  Tobelo telah dipenuhi oleh sekitar 13 ribu  pengunsi  yang manyoritas kaum muslimin. Informasi yang diterima dari para  korban, sebelum kejadian di Kota Tobelo hampir sebagian besar ibu-ibu dari  kelompok  merah  telah diungsikan hal ini dirasakan masyarakat di kompleks  Kampung Jalan Baru dan Kampung Cina. Arus  Pengungsi  mulai mengalir ke Ternate mulai dari hari selasa, 28  Desember 1999 sampai dengan 31 Desember 1999 sekitar 10.660 jiwa. Pada  hari  yang  sama ini di Sidangoli Kec. Jailolo juga tidak luput  dari Konflik yang menelan korban jiwa dipihak muslim 10 orang.
Sabtu - Minggu, 1- 2 Januari  2000
Enam hari setelah Konflik masa dalam suasana Ramadhan 1420 H, Jailolo  mengalami  imbasnya  yakni terjadi bentrokan antara massa Muslim dan massa  Nasrani  tepatnya  di  desa Tuada, aparat keamanan yang seharusnya menjadi  penengah  dan  menjunjung  tinggi netralitas tanpa harus bertindak sepihak  telah  melakukan  penembakan  kearah  warga  Muslim  menurut Saksi
mata M.  Muhidin  sejumlah  9  orang oknum. Namun 4 orang yang dapat diidentifikasi  yaitu :
 1.  Serma J. Kuwela
 2.  Serma Alex Fembuaian
 3.  Koptu Munaten
 4.  Serma (pur) Marten Kolotja
Bukti  hukum  dalam  kasus keterlibatan aparat ini yaitu ditemukannya peluru  dalam  tubuh  korban,  korban  luka-luka yang dapat diidentifikasi adalah Saeni dan Rinto ( warga Muslim )
Sampai  dengan  tanggal   2  Januari 1999 telah berjumlah 12.266 jiwa  yang  berada  di tempat- tempat yang telah disediakan  oleh masyarakat kota  Ternate.
Sampai berita ini diturunkan Hari Senin, Tanggal 3 januari 1999 pukul  14.00  WIT,  arus pengungsi  ke  Ternate  semakin meningkat data semntara  berjumlah  25.266  jiwa kebanyakan anak-anak dan wanita yang diangkut oleh  KM  Lambelu  dan KRI 501 milik angkatan Laut mereka diungsikan di beberapa  gudang  dan perumahan masyarakat Kota Ternate, Pengungsi juga sementara di tampung di Perumahan penduduk di Ibukota kabupaten Halmahera tengah (belum  didata jumlahnya),  daerah konflik semakin melebar ke kecamatan sekitarnya  yaitu  Kecamatan  Loloda,  Kao,  Jailolo,  Ibu  dan Malifut. Jumlah korban  diperkirakan  sekitar  520 jiwa dari berbagai tempat/lokasi yang terisolir  oleh aparat keamanan.
Diterima  oleh  Pos Keadilan Peduli Ummat Jakarta dari Pos Keadilan Peduli Ummat Ternate Pukul 21.00 WIB
 Tim Investigasi
 Pos Keadilan Peduli Ummat
 Jl. Mampang Prapatan XII No. 9 Tegal Parang Jakarta Selatan
 Bantuan Kemanusiaan dapat anda kirimkan melalui :
 1.  Bank Danamon a.n Muhdar Hasanat No. Rek. 044.0901472.3
 2.  Bank Muamalat Indonesia ( BMI ) a.n Pos Keadilan Peduli Ummat No.
 Rekening 301.00354.15

SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG MU?MIN ITU BERSAUDARA
Apa yang bisa kita berikan untuk saudara-saudara kita di Ambon dan Ternate????
Adakah kepedulian kita kepada mereka????

(2:120) : KRONOLOGIS TRAGEDI RAMADHAN BERDARAH DI TOBELO 26 Des s/d

KRONOLOGIS RAMADHAN BERDARAH (2/3)

PrimamoristaAgung
Mon, 6 Mar 2000 01:16:50 -0800
http://www.egroups.com/list/info-islam
[EMAIL PROTECTED]
Muslim world news On-line

Date of Publication: March 2000
INDONESIAN MUSLIMS FOR GLOBAL PEACE AND JUSTICE

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh


TRAGEDI RAMADHAN BERDARAH DI TOBELO DAN GALELA (2/3)


C. KETERLIBATAN PARA PENDETA & TOKOH-TOKOH KRISTEN ASAL AMBON  "Upaya
Membangun Jaringan RMS "?

Tragedi  dan kerusuhan yang dimulai oleh warga Nasrani Tobelo ini mempunyai
cara  kerja yang sangat rapi dan sistematis. Diduga keras memiliki jaringan
konspilasi  dengan tragedi Ambon yang dilancarkan oleh RMS (Republik Maluku
Sarani  (sebutan  untuk  kaum  Nasrani)).   Adapun  tokoh-tokoh kunci dalam
tragedi  Tobelo,  Galela dan Halmahera Utara dimotori oleh beberapa pendeta
dari Ambon (RMS ?). Seperti :



- Pdt. J. Sosellssa (Pimpinan Jemaat Kupa-Kupa Tobelo Selatan)
- Pdt. F.T. Tutuhatunewa (Pendeta di gereja Elim Gura)
- Chris Maltimu (Purn. Polisi, sebagai pemicu awal)
- J. Huwae (Mantan Camat Tobelo)
-  Ny.  May  Luhullma  (Anggota  DPRD Tk.II Maluku Utara Fraksi PDI-P, juga
seorang provokator utama)
- Marthen Lokollo (Pengawal Pengadilan Negeri Tobelo)
-  Pleter  Matahelamoal,  SH.  (Pengurus  Gereja  Katolik  Ternate, kini di
Tobelo, suami Dra. Joice Mahura)


D. TOKOH-TOKOH KRISTEN TOBELO YANG TERLIBAT



Tokoh-tokoh  Kristen  berpengaruh  Tobelo  yang merancang tragedi ini, atau
terlibat dalam tragedi kemanusiaan ini, adalah SBB:

Prof.  DR.  Ir.  J. L. Nanere. Msc.(P endiri dan pemilik PLPP Tobelo, suatu
lembaga  yang  bekerja  sama  dengan LSM luar negeri, tokoh ini juga mantan
rektor  Univ.  Kristen  Jakarta  dan  UNPATTI Ambon, informasi terakhir ini
sering melakukan kontak dengan Belanda dan diduga terlibat dengan kerusuhan
ini).

Ir.  Hendrik (hein) Namotemo, MSP.(Kepala Bidang Perekonomian BAPPEDA Tk.II
Maluku Utara-juga wakil ketua MPS GMIH).

Drs. Djidon Hangewa, MS.(Kepala Dinas LLAJ Maluku Utara dan wakil ketua MPR
GMIH).

Zadrak  Tongo-tongo  (Ketua  Pemangku  Dewan Adat Hibualamo Tobelo, Pegawai
Statistik Kecamatan Tobelo).

Yorem Tongo-Tongo (Guru SD Inpres Tobelo)

Beberapa   warga  Kristen  guru  SMU  Negeri  1  Tobelo  yang  turut  dalam
penyerangan

Pdt. S.T. Ray-Ray, S.Th (Pengurus MPS GMIH)

Dra. Joice Mahura (Pegawai Dinas Pariwisata Kantor Bupati Maluku Utara)

Hanoch Tonoro (Pegawai Kakanoam P & K Tobelo)

Pdt. Ny. Melyane Mahura (Pimpinan Jemaat Gane Timur yang ke Tobelo)

S. Hangewa (Guru SMU Negeri 1 Tobelo)

D. Koloba  (Kepala Sekolah SLTP II Tobelo)

Pdt. Gultom (dari Batak yang menjadi pimpinan jemaat di Desa Gamhoku)

Ketua Sinode GMIH (Gereja Masehi Injil di Halmahera)

Pdt.  SS.  Duan  (Sekretaris  MPS GMIH dan penyusun strategi untuk membunuh
orang-orang  Islam  juga melakukan proses Kristenisasi terhadap orang-orang
Islam)

Ketua  Sekolah Tinggi Teologi (STT) GMIH Tobelo dan Civitas Academicanya di
STT-GMIH  ini  merupakan  pertahanan  dan  penyimpanan amunisi serta tempat
menggodok strategi menghancurkan Ummat Islam Tobelo

Yudihart Nolja (Pegawai Dinas Sosial Tobelo Selatan, Sekretaris Perhimpunan
Keluarga Ambon-Tobelo)

Theodorus  Sosebeko  (Dari  Galela)  yang  melakukan komando kepada pasukan
merah (Nasrani) di Galela lewat HT

Silvanus Bunga SH. Pengatur strategi untuk mengkristenkan orang Islam

Bernard  Bitjara  (atau  Benny Doro) Panglima Perang dari warga Kristen Kao
yang  membantu kelompok Kristen menyerang Ummat Islam, orang ini salah satu
dalang utama rencana penghancuran Ummat Islam

L. Singa (anggota DPRD Tk.II Maluku Utara dari Fraksi Partai Golkar)

Kapolsek Kao yang menginstruksikan orang Togollua untuk tidak menutup jalan
agar pasukan bantuan dari Kao dengan mudah menuju ke Tobelo.

Danramil  Tobelo  (I made Parsin ? Kapt) turut mempermulus kelompok Nasrani
saat  membantu  warga  muslim  (kurang  lebih  50 orang) yang berlindung di
kantor  Danramil  Tobelo.  7 orang (dari sekitar 50 orang warga Muslim yang
berlindung) jadi korban (meninggal) saat pembantaian biadab itu.

W.M  Tahamata  (Kepala  Kejaksaan Negeri Tobelo-orang Ambon Kristen) diduga
keras  sebagai  dalang  yang  sekarang melarikan diri pada saat tragedi itu
pecah.  Tapi,  sebelum  pecah tragedi di Tobelo, warga Muslim telah mencium
gelagat  yang  kuurang baik dari Kejaksaan ini bersama koleganya Danramil &
Mantan Kapolsek Tobelo.

John Tenno, SH, (mantan Kapolsek Tobelo ?  orang Ambon).

Kapt. D. Momole (Kapolsek Tobelo).



E.      KETERLIBATAN   WARGA  KETURUNAN  DALAM MEMBANTU UMAT KRISTEN TOBELO
UNTUK MENYERANG KAUM MUSLIM


Sedangkan  finansial  dan  perlengkapan  lain  saat pasukan merah (Kristen)
Tobelo  melakukan  penyerangan  kepada  ummat Islam, didukung oleh beberapa
warga keturunan (Cina) pengusaha seperti:

Haenart  Kusuma & Peny Kusuma (sun) Pemilik KM Garuda I & IV yang mengankol
bahan  amunisi  dari  Pulau  Babole (kecamatan Kao), Hato Tabako (kecamatan
Wasile), Pulau Kumo (kecamatan Tobelo, berhadapan dengan kota Tobelo), Desa
Daru  dan  Desa  Doro  (keduanya  Desa  di  Kecamatan  Kao)  saat melakukan
penyerangan  terhadap  umat  Islam  di  Tobelo (Pulau dan Desa yang digaris
bawahi  adalah  lokasi  perakitan  dan  pembuatan  senjata  milik  kelompok
Kristen)

Haernat  Potoboda  atau  biasa  dipanggil  Hae  ?Sake? (Pemilik Golden Star
Karoke dab Pub di Desa Wasia Tobelo) yang menyumbang bahan bakar.

Suami-istri  Edy  Tobin  (Pemilik  Toko  Sinar  Mas ? Akrab dengan  Ny. May
Luhulima) juga penyandang Dana.

Aldi  Pesot,  penyandang  dana  dan  bahan bakar minyak untuk warga Kristen
Tobelo.

Beny loasari, penyandang dana dan bahan bakar untuk warga Krisren Tobelo.

Donny  wegiar,,  penyandang  dana  serta  bahan  bakar  untuk warga Kristen
Tobelo.

Robert  Loasari  (Beo)  penyumbang  sarana  Transportasi (yaitu 7 buah Truk
untuk  mengangkut pasukan merah dari Desa Pitu guna menyerang umat Islam di
Tobelo.

Bing-Hoa,  (Benny  Luisan) pemilik Toko Sumber Jaya dan Pantai Indah Hotel,
penyandang dana dan bahan bakar untuk warga Kristen Tobelo.

Audy  wonggow,  (Pengusaha, menantu Toko Fajar) penyandang dana untuk warga
Kristen Tobelo.

Hendrik  Umi,  (Bo  Ho  , Pemilik Toko Sinar Harapan) penyandang dana untuk
warga Kristen Tobelo.

Rudy  Umi  (atau  Bu  Hun,  Pemilik Toko Metro) penyandang dana untuk warga
Kristen Tobelo.

Tek Sin (Pengusaha Kopra) Penyandang dana untuk warga Kristen Tobelo.

Sun  Tjiarata  (atau  Sun)  &  Istrinya  Ny.  Stella S. Tjiabrata, SH (Toko
Karunia-Tobelo)  sebagai  jaringan  informasi  untuk  warga  Kristen Tobelo
dengan Manado dan daerah kantongh Krisren lainnya.

Yunkelisan  Tjiabrata  (atau  Ayung-Pemilik Wartel Karunia) sebagai jaminan
informasi  &  komunikasi  untuk  warga  kristen  Tobelo  dengan tokoh-tokoh
Kristen di luar Tobelo, terutama di Manado.

Robert  Wijaya (atau Along ? Pemilik toko Wijaya) penyandang dana (memiliki
hubungan istimewa dengan Marthen Lokollo)

At  (Warga  Keturunan   dari Ruko) penyandang dana & membantu warga Kristen
saat penyerangan warga muslim di luari.

Juga  PT.  Nusa  Halmahera  Minorais  (NHM)  yang mengangkut amunisi dengan
Helikopter milik perusahaan asing tersebut.



F   KETERLIBATAN APARAT POLRI & TNI-AD TRAGEDI ?GALELA


Dalam  tragedi  kemanusiaan  tersebut,  ada oknum-oknum dari aparat POLRI &
TNI-AD  yang  turut  terlibat dalam penembakan warga muslim (baik di Tobelo
maupun di Galela), yaitu:

Yetta imral ? dari Gura ( Anggota Kompi C Yonif 723 Tobelo)
Mepa???? (Anggota Kompi C Yonif  732 Tobelo)
Selly Bitjoli  (Anggota Koramil Tobelo)
Sahureka (Anggota Kompi C Yonif 732 Tobelo )
John Alex Pattiwael ( Anggota Polisi KP3 Tobelo
John Ruhulessing (Anggota Polsek Tobelo)
Jumbo Leaua (Komandon KPLP Tobelo )
Herdianto  Leledana ( Anggota TNI, terlibat dalam penembakan terhadap warga
Muslim di Ngidiho Kec. Galela )
Jefry  Selong ( Anggota POLSEK Tobelo )  (Pada tanggal 5 Januari 2000 telah
melakukan penembakan terhadap Saf Amal [ warga Muslim ], korban meninggal)
Sianturi  Kepala LP Tobelo yang membantu Warga Kristen dengan menyerahkan 6
Pucuk  Senjata  Otomatis saat terjadi Kontak Pertikaian di desa Gorua, pada
tanggal 26 Desember 1999.
Jance   Bella  (Anggota  BRIMOB-Letnan  Satu  dari  Ambon)  Terlibat  dalam
kerusuhan di Gorua mrnggunakan Pistol dan Senjata jenis "Stend".
Benny  Bella  (Anggota  Polisi  dari  Ambon)  yang menyerang warga Islam di
Mamuya di Galela.
Rudy  Bella  dan  Okto  Bella (Anggota Polisi dari Ambon) yang terlibat dan
memperkuat pihak warga Kristen Tobelo dalam tragedi kerusuhan di Tobelo.


(Bersambung ke bagian 3)


Sumber : Team Investigasi Posko Keadilan Peduli Ummat
Web site http://www.malu.ku.org

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh

KRONOLOGIS RAMADHAN BERDARAH (1/3)

PrimamoristaAgung
Mon, 6 Mar 2000 00:53:46 -0800
TRAGEDI RAMADHAN BERDARAH DI TOBELO DAN GALELA

MEMBONGKAR KEMUNAFIKAN & KEBIADABAN KAUM KRISTIANI TOBELO


A.     PENDAHULUAN



Tragedi  Ramadhan berdarah yang menimpa kaum Muslimin di Tobelo, Galela dan
Halmahera  Utara  Propinsi  Maluku Utara, sungguh telah menyayat hati Ummat
Islam  dimuka  bumi  ini.  Betapa  tidak, tragedi ini lebih tepat dikatakan
sebagai  "Lahan  Pembantaian"  dan pemusnahan terhadap Ummat Islam (Moslems
Cleansing)   yang  dilakukan  oleh  Kelompok  Kristen  Tobelo,  Galela  dan
Halmahera  Utara.  Ummat Kristen Tobelo yang selama ini sangat akrab dengan
kaum  Muslim  Tobelo  (karena  ada  yang  memiliki  ikatan persaudaraan dan
kekeluargaan)  ternyata  mempunyai  itikad  buruk  dan  niat  jelek, bahkan
ketulusan yang ditunjukkan hanya sebuah sandiwara belaka.

Dalam  tragedi  kemanusiaan  ini,  Ummat Kristiani Tobelo yang dalam banyak
kesempatan  sering menggembar-gemborkan dan menyatakan diri sebagai pembawa
pesan  kasih  dan damai Kristus. Ternyata, mereka tak ubahnya perusak nilai
kasih  dan  damai  yang  dibawa  Kristus.  Mereka seperti binatang dan kaum
barbarian,  membantai, mecincang, memperkosa, memakan daging, meminum darah
dan  menjarah.  Inikah  wujud  dari ajaran-ajaran Yesus Kristus yang dianut
Kaum  Kristiani  Tobelo  "  Bahkan para pendeta-pendeta pun (lengkap dengan
pakaian  toganya) memimpin pasukan merah (Kelompok Nasrani) dan meneriakkan
kata-kata kotor yang tidak pantas diucapkan oleh seorang pendeta.

Tragedi   kemanusiaan   ini   ternyata   telah   meruntuhkan  semua  ikatan
persaudaraan dan kekeluargaan yang telah ada dan dibina sejak lama. Sia-sia
sudah  semua  ketulusan  yang  telah  dibangun oleh Ummat Islam selama ini.
Kini,  sudah terbangun tembok-tembok dendam dansakit hati dari Ummat Islam,
dan  membutuhkan  waktu  lama untuk mengembalikan bangunan kebersamaan yang
pernah  ada.  Terbantainya  dan didzaliminya Ummat Islam yang sedang  dalam
suasana khusyu menjalankan Ibadah Puasa, menunjukkan bahwa Ummat Islam sama
sekali  tidak  menyangka akan diperlakukan seperti itu oleh kaum Kristiani.
Dan  pihak  Kaum  Kristiani  nyata-nyata  telah  memutar-balikan fakta ini.
Sungguh,  kaum  Kristiani  Tobelo  adalah  orang-orang  yang  tak bermoral,
pendusta dan biadab. Sudah melempar batu, sembunyi tangan"!



B.     IKATAN PERSAUDARAAN YANG SEMU ; Merancang Sumber Petaka


Tobelo  adalah sebuah kota kecamatan penting di Maluku Utara yang merupakan
daerah  pertumbuhan  ekonomi  baru  serta  menjadi  andalan  dari  beberapa
kecamatan  disekitarnya.  Didaerah  ini,  tumbuh pesat dengan beragam etnis
kultur.  Berbagai  lapisan  masyarakat  dari  berbagai daerah berada dikota
kecil ini. Olehnya itu arus akumulasi, akulturasi dan asimilasi budaya yang
dibawa  oleh  penduduk  pendatang  dengan  cepat  dapat berinteraksi dengan
penduduk  asli,  yang  memiliki  adat  istiadat  serta  budaya yang disebut
Hibualamo  (rumah  besar).  Dalam nilai falsafah adat-budaya ini, Hibualamo
lebih  dikenal  sebagai  nilai  budaya yang terbuka (inklusif) dengan semua
unsur yang datang dari luar Tobelo.

Saat merebaknya amuk rusuh dan konflik terbuka secara horisontal dibeberapa
daerah  (terutama Ambon) masyarakat pemilik adat budaya Hibualamo ini (baik
yang  beragama  Islam  maupun Kristen) melakukan upaya antisipasi agar amuk
rusuh  tidak  terjadi  di   Tobelo.   Berbagai  pertemuan lewat acara makan
bersama  (antara  warga  Islam dan warga Kristen), dialog antar tokoh agama
dan  tokoh  masyarakat,  Pertemuan Keluarga Besar (seperti : Keluarga Gura,
Keluarga  Marga  Hadj  dan  Marga Djawa baik dari Islam maupun Kristen, dan
lain-lain  dilakukan.  Dari  kalangan  Islam,  semua  upaya-upaya dilakukan
secara  ikhlas dan tidak sedikitpun merasa curiga dengan kaum Nasrani untuk
melakukan  upaya-upaya  antisipasi.  Sehingga  segala rencana jahat dan apa
yang  ada  dibalik semua kebersamaan dengan kaum Nasrani, sama sekali tidak
diketahui oleh kaum Muslimin.

Akhirnya,  saat  terjadi  konsentrasi  pengangkutan pengungsi warga Kristen
yang  dipusatkan  di  Tobelo dan dikoordinir oleh Sinode GMIH, mulai muncul
kecurigaan  dikalangan  Ummat  Islam  Tobelo.  Perlu  dikrtahui, bahwa saat
pengungsi  warga  Kristen  (kebanyakan  laki-laki  dewasa dan remaja, serta
ditambah  sedikit  anak-anak  dan wanita) tumpah ruah di Tobelo, sebenarnya
Camat  Tobelom  (waktu  itu  Bpk. Agil Bachmid, BA) tidak mau menerima para
pengungsi  itu,  namun didesak oleh Sinode GMIH bahwa Sinode GMIH yang akan
bertanggung  jawab terhadap kondisi keamanan wilayah Tobelo. Para pengungsi
yang  terus  mengalir  ke  Tobelo,  ditempatkan  didesa-desa  yang  menjadi
kantong-kantong  Kristen,  seperti : Desa Kupa-kupa, Desa Pitu, Desa Wosia,
Desa Tomahalu, Desa Gamlaha (Kao), dan desa-desa yang berada diarah selatan
Tobelo,  Lalu juga ada yang ditempatkan di Sinode GMIH, STT-GMIH serta Desa
Wari dan MKCM (dua Desa ini berada disebelah Utara Tobelo).

Arus  pemasokan  pengungsi  warga  Kristen ke Tobelo (yang berjumlah kurang
lebih 30.000 orang) dilakukan sebulan sebelum pecah amuk rusuh Tobelo, jadi
sekitar  pertengahan  bulan  Nopember  hhingga  awal  Desember  1999.   Ini
mengisyaratkan  bahwa Sinode-GMIH telah membuat sebuah rencana dan strategi
pecahnya amuk rusuh Tobelo.

Pada  Jumat  24 Desember 1999 malam (menjelang Hari natal 25 Desember 1999)
dengan  beberapa  buah truk, telah diangkut ratusan warga Kristen dari Desa
Leleoto, Desa Paso dan Desa Tobe ke Tobelo dengan alasan pengamanan gereja.
Warga   Kristen   yang   diangkut   tersebut  menggunakan  atribut  lengkap
(seolah-olah  mau  perang) seperti kain ikat kepala berwarna merah, tombak,
parang  dan  panah.  Mengetahui gelagat yang kurang baik dari warga Kristen
tersebut,  Ummat  Islam Tobelo mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres
dari warga Kristen. Padahal saat itu, Ummat Islam dalam suasana menjalankan
ibadah  puasa.  Tanpa  konflik  maupun  pertentangan antar warga, maka pada
tanggal  26  Desember  1999  malam (Minggu malam), pecahlah amuk rusuh yang
"hanya"  (atau  sudah  dirancang)  dipicu  oleh  pelemparan (?) rumah milik
(Purn.) Polisi Chris Maltimu.

Tobelopun  membara,  dan berbagai persaudaraan dan kekeluargaan yang diikat
dengan  adat-budaya  Hibualamo hancurlah sudah. Tragedi itu meledak dibulan
suci  Ramadhan  1420  H.  Dapat  diketahui,  bahwa selama ini warga Kristen
Tobelo  hanya  berbungkus  kepura-puraan  dan  kemunafikan. Inilah, Tragedi
Ramadhan  Berdarah  di  Tobelo,  dan merupakan tragedi kemanusiaan terbesar
dalam   sejarah   kerusuhan   di  Indonesia.  Tobelo  telah  menjadi  lahan
pembantaian  yang dilakukan warga Nasrani terhadap warga Muslim. Bahkan ada
warga  Muslim yang dihabiskan (dibantai) dalam masjid (kebanyakan anak-anak
dan  ibu-ibu,  saksi tentang ini ada di Ternate). Para wanitanya diperkosa,
setelah  itu  dihabisi  dan  dibantai, dan dicincang. Ada lagi warga Muslim
yang  telah  menjadi  mayat  dagingnya  dimakan  dan  darahnya diminum oleh
algojo-algojo  pembantai  warga  Kristen. Persis seperti kaum Barbarian dan
binatang buas. Tak ada lagi Peri- Kemanusiaan.

(Bersambung ke bagian dua)

Sumber : Team Investigasi Posko Keadilan Peduli Ummat
Web site http://www.malu.ku.org

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh


WARNA-WARNI HALMAHERA




WARNA-WARNI HALMAHERA DI MALUKU UTARA



  Ketika menyusuri laut Maluku, lepas tanjung dapat tanjung, lepas pulau ketemu laut terus mengarungi dengan kapal layar tradiosinal "KLMT FENES" alias perahu phinisi.
Kabupaten Kepulauan Sula

  SIBUK berbenah membangun pemerintahan yang baru, setidaknya dapat terlihat dari kegiatan pembangunan gedung perkantoran di sentra pemerintahan yang baru. Saat ini yang secara fisik sudah terlihat berdiri dan siap dipakai adalah gedung kantor bupati.
Sebelumnya Sula adalah bagian dari Kabupaten Maluku Utara, terpecah menjadi Kabupaten Halmahera Utara dan Halmahera Selatan. Sementara kabupaten induk berubah nama menjadi Kabupaten Halmahera Barat. Setelah setahun berdiri, wilayah yang terdiri atas enam kecamatan ini masih pada tahap pembenahan infrastruktur, khususnya di pemerintahan. Keterbatasan yang dimiliki kabupaten yang wilayahnya terdiri atas tiga pulau besar ditambah pulau-pulau kecil di sekelilingnya ini tak hanya seputar gedung pemerintahan atau telekomunikasi. Untuk masalah transportasi misalnya, meski tersedia pesawat jenis Cassa milik maskapai penerbangan Merpati yang lepas landas dari Ternate ke Bacan sebelum sampai di Bandara Sanana, jadwalnya dua - tiga kali seminggu. Dengan penumpang maksimal hanya 16 orang, tentu tidak banyak yang bisa menikmati angkutan cepat ini. Selain pesawat kecil, angkutan penumpang antarpulau juga dilayani dua kapal yang hanya singgah dua kali seminggu ke Sanana, ibu kota kabupaten. Kapal yang melayani rute Manado-Ternate-Sanana ini melayari wilayah Maluku dari posnya di Kota Manado setiap hari Selasa dan Jumat pulang pergi. Kapal lainnya yang singgah di Pelabuhan Sanana adalah kapal barang atau hasil bumi yang datangnya tidak tentu. eperti umumnya wilayah Kepulauan Maluku, Sula pun merupakan daerah agraris, khususnya perkebunan. Dari tanah Sula dihasilkan kelapa, cengkeh, pala, dan kakao selain produk tanaman pangan seperti padi ladang, ubi kayu, dan ubi jalar yang produksinya tergolong besar. Kecamatan Sanana dan Taliabu Timur adalah penghasil utama kelapa yang produk akhirnya berupa kopra, juga didistribusikan ke Ternate, Bitung hingga Pulau Jawa yakni Surabaya. Komoditas perkebunan lain seperti cengkeh, pala, dan kakao banyak ditanam di Kecamatan Sanana dan Taliabu Barat. elain hasil bumi dari daratan, Sula masih menyimpan potensi lain dari laut maupun yang masih terpendam di dalam Bumi. Seperti wilayah lain yang termasuk Kepulauan Maluku, Sula juga dicirikan dengan potensi hasil lautnya. ata pencarian penduduk yang utama selain berkebun adalah mencari ikan. Dengan luas lautan kurang lebih 14.500 kilometer persegi atau 60 persen dari total wilayah dan secara geografis mengelilingi wilayah- wilayah daratannya, bisa dikatakan menjadi nelayan di Kepulauan Sula adalah pilihan yang cukup mudah. Apalagi dengan teknologi sederhana yang masih mendominasi, yaitu penggunaan perahu tanpa motor. Jumlah pemakaian perahu jenis ini angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pemanfaatan motor tempel ataupun kapal motor.


Keterbatasan, kesederhanaan, memang masih melingkupi Kabupaten Kepulauan Sula. Jika keterbatasan mungkin dapat segera diakhiri seiring dengan berjalannya pembangunan, maka kesederhanaan membutuhkan tak hanya waktu, tapi juga kemauan untuk maju. Salah satu aspek kesederhanaan yang dimaksud adalah teknologi.
Masih rendahnya tingkat teknologi yang digunakan di Sula seperti telah disebutkan adalah teknologi penangkapan ikan. Padahal potensi ini begitu menjanjikan. Kepulauan Maluku sejak dulu adalah surga bagi para pencari ikan. Lautnya yang masih asri dan kekayaan yang tersimpan di dalamnya masih melimpah

Kabupaten Halmahera Barat

PETA Indonesia barangkali merupakan peta yang selalu ketinggalan zaman. Selama lima tahun belakangan ini pemekaran demi pemekaran wilayah terus terjadi sedemikian pesatnya, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, hingga kecamatan.

MALUKU juga tidak terhindar dari pemekaran. Presiden BJ Habibie menandatangani Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 yang memekarkan Provinsi Maluku menjadi Maluku dan Maluku Utara (Malut) yang membawahi Kabupaten Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Tengah serta Kota Ternate.

Empat tahun kemudian, pada tanggal 25 Februari 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang terbentuknya Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Malut.

Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Sula merupakan pemekaran dari Kabupaten Maluku Utara. Luas wilayah Kabupaten Maluku Utara semula 22.584 kilometer persegi, kini tinggal 2.756 kilometer persegi. Perundangan menyebutkan pergantian nama Kabupaten Maluku Utara menjadi Kabupaten Halmahera Barat dengan ibu kota di Jailolo. Akibat pemekaran itu kecamatan yang menjadi wilayah Halmahera Barat tinggal Jailolo, Jailolo Selatan, Sahu, Ibu, dan Loloda.

Sebelum pemekaran, sektor pertanian menjadi tulang punggung utama perekonomian. Setelah kabupaten mengalami pemekaran muncul pertanyaan, masihkah pertanian dan industri pengolahan menjadi penunjang perekonomian, mengingat luas wilayah yang diwarisi Halmahera Barat hanya tinggal seperdelapan luas Kabupaten Maluku Utama yang lama?

Dari data Maluku Utara dalam Angka 2001 di lima kecamatan yang menjadi wilayah Halmahera Barat terdapat 202.000 hektar lahan sawah, lahan kering, lahan tidur serta lahan tadah hujan. Lahan irigasi yang ditanami seluas 90 hektar dan menghasilkan 1.112 ton. Adapun dari 160 hektar luas lahan padi gogo dipanen 332 ton. Sementara tanaman palawija, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai menyita 700 hektar lahan. Padi hasil panen wilayah ini tidak cukup bagi kebutuhan penduduk yang mayoritas mengonsumsi beras. Sebagian lagi 18.000 hektar wilayahnya merupakan perkebunan kelapa, cengkeh, kakao, pala, kapuk, dan kayu manis. Perkebunan kelapa merupakan yang terbesar, 69 persen dengan produksi 17.167 ton.

Hasil produksi perkebunan diperdagangkan ke Surabaya, Makassar, dan Manado. Harga kopra Rp 75.000 per 100 kilogram, sedangkan cengkeh, cokelat, dan pala per kilogramnya dihargai Rp 10.000, Rp 7.500, dan Rp 20.000. Harga tersebut bisa turun-naik dengan tajam. Cengkeh pernah mencapai Rp 75.000 per kilogram. Perkebunan yang menjadi tempat bergantung sekitar 23.000 petani akan tetap memainkan peran yang berarti bagi perekonomian Halmahera Barat.

Potensi perikanan laut sewaktu masih menjadi Kabupaten Maluku Utara ikut menyumbang devisa meskipun masih ditangani secara tradisional. Perikanan bisa menjadi tumpuan Halmahera Barat untuk andalan ekspor. Kecamatan Jailolo dan Loloda merupakan sentra perikanan Halmahera Barat.

Kecamatan Jailolo merupakan pusat industri pengolahan dengan andalan utama komoditas ekspor berbahan baku kayu. Di sini muncul kendala yang bisa mengancam kelancaran industri ini, yaitu semakin sulit mendatangkan bahan baku kayu dari Kalimantan dan Papua. Kayu bagi wilayah tersebut merupakan komoditas unggulan untuk memasukkan devisa. Tentunya prioritas utama mencukupi lebih dulu kebutuhan industri pengolahan di wilayahnya masing-masing.

Perut bumi Halmahera Barat juga menyimpan kekayaan bahan galian logam dan nonlogam. Menurut data Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Maluku Utara di Kecamatan Loloda terdapat kandungan emas, mangan, tembaga, pasir besi, batu bara, dan perlit. Belum ada data berapa besar kandungan kekayaan yang terdapat di kecamatan ini. Sedangkan di Kecamatan Jailolo terdapat andesit 17.306 juta meter kubik, kaolin 5 juta meter kubik, batu apung 20 juta meter kubik, gips 6 juta ton meter kubik, dan batu bara. Namun, kekayaan perut bumi ini belum ada yang menambangnya.



SEJARAH Tidore yang dahulu berbentuk kesultanan memang tak lepas dari letaknya di pesisir Laut Maluku dan kekayaan hasil bumi rempah-rempah. Posisi itu pernah menjadikannya salah satu sentra perdagangan di Indonesia Timur. Status sebagai kota bandar rempah-rempah dimiliki Tidore bersama dengan tiga kerajaan lain, yakni Ternate, Bacan, dan Jailolo. Keempat kerajaan yang dipimpin seorang sultan itu adalah daya tarik bagi datangnya pedagang rempah-rempah dunia dari Eropa, seperti Portugis, Spanyol, dan Inggris, maupun Arab serta wilayah Asia lainnya. Kejayaan keempat kesultanan itu sebagai kota bandar, sekaligus "negeri" bumbu masak, masih tetap dikenang sampai sekarang.


Kota Tidore Kepulauan adalah wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Halmahera Tengah sebagai kabupaten induk. Pesona Tidore sebagai produsen cengkeh dan pala masih menancap hingga kini meski tidak sekuat dahulu. Terutama cengkeh yang harganya di pasaran sangat fluktuatif. Walau tidak mengandalkan hasil bumi sebagai potensi yang menjanjikan, tetap menjadikannya produk unggulan. Cengkeh dan pala adalah unggulan di tiga kecamatan di Pulau Tidore, sedangkan dua kecamatan lain, yaitu Oba Utara dan Oba di Pulau Halmahera, menghasilkan kopra dan cokelat sebagai komoditas utama.

Jika dua pulau itu berbeda karakteristik dalam segi komoditas unggulan, demikian juga dengan mata pencaharian penduduk. Di Pulau Tidore, mayoritas penduduk mencari nafkah dari bertani, khususnya tanaman pangan, sementara di Pulau Halmahera berkebun. Keempat komoditas unggulan kedua daerah tersebut beserta hasil bumi lainnya dipasarkan keluar Tidore melalui pelabuhan di Kota Ternate, menuju daerah-daerah di Pulau Jawa dan sebagian ke Manado. Selama ini Tidore memang belum memiliki pelabuhan dengan dermaga yang mampu disinggahi kapal dagang besar atau kapal perintis.

Sebagai wilayah berstatus kota, kelengkapan infrastruktur menjadi salah satu yang dituju. Karena dengan itu akan mempengaruhi pengembangan sektor tersier, sesuai fungsi kota yang lebih banyak berbicara pada jasa dan pelayanan. Namun, saat ini Kota Tidore Kepulauan masih pada tahap awal sehingga keterbatasan di sana-sini adalah cirinya. Transportasi, misalnya, hanya mengandalkan angkutan dalam kota dengan kendaraan sejenis minibus. Untuk menuju ke kecamatan atau daerah lain di Pulau Halmahera, atau ke Pulau Ternate, penduduk menggunakan kapal motor cepat (speedboat) yang kapasitasnya sekitar 10 orang. Angkutan ini lebih disukai, selain karena faktor jadwal yang lebih banyak, juga kecepatan waktu dan biaya. Jika kapal feri berlayar dua kali sehari, speedboat lebih luwes, tergantung penumpang. Waktu yang ditempuh kapal cepat ini pun sekitar lima menit dari pelabuhan, dibandingkan dengan kapal feri yang makan waktu 25 menit. Dari segi biaya, ongkos yang harus dikeluarkan tidak jauh beda antara speedboat yang Rp 3.500 per orang dan kapal feri Rp 3.000 per orang. Alhasil, kapal feri hanya dimanfaatkan untuk angkutan barang atau kendaraan karena angkutan penumpang lebih memilih kapal cepat untuk bepergian.

Jika sektor transportasi belum begitu menjanjikan, demikian juga perdagangan. Untuk peluang yang satu ini Tidore kalah dari saudara dekatnya, Kota Ternate, yang menjadi otonom sejak tahun 1999. Untuk membeli kebutuhan pokok atau sekadar berwisata belanja, penduduk lebih suka menyeberang ke Ternate. Di kota tetangga itu memang dapat dijumpai banyak pertokoan besar dan modern, satu hal yang belum ditemukan di Tidore.

Di daerah bekas Kesultanan Tidore ini, perdagangan dilayani pasar-pasar tradisional dan pusat pertokoan sekelas rumah toko (ruko) dengan yang paling ramai di Pasar Inpres Sari Malaha di ibu kota Tidore. Karena Ternate berjarak cukup dekat dengan Tidore, dan lebih dahulu membangun wilayahnya, Tidore kurang punya nama sebagai pusat perdagangan di antara wilayah-wilayah lain di Maluku Utara.

Untuk menjadi daerah transit pun cukup sulit karena jalur yang harus ditempuh penduduk dari luar Kota Tidore ke Ternate tidak harus melalui Tidore karena tersedia kapal yang langsung ke ibu kota provinsi itu. Fasilitas dan sarana-prasarana yang lebih lengkap di Ternate menjadikan Tidore punya banyak pekerjaan rumah, antara lain membangun infrastruktur yang lebih banyak dan representatif, demi mengimbangi kota tetangganya yang sudah lebih maju.

Sadar akan posisi yang kurang menguntungkan, Pemerintah Kota Tidore Kepulauan memutuskan menjadikan wilayahnya sebagai daerah tujuan wisata di Maluku Utara. Selain memanfaatkan sisa kejayaan Kerajaan Tidore di masa lalu sebagai obyek wisata sejarah dan budaya yang tersimpan di Museum Sonyire Malige, akan difokuskan juga pembangunan tempat-tempat wisata yang selama ini masih berupa potensi.

Misalnya, wisata petualangan mendaki gunung berapi Kiematubo (1.730 meter). Gunung yang belum banyak dirambah orang ini menawarkan petualangan pendakian mengasyikkan bagi para avonturir. Ada juga Desa Gurubunga yang alamnya sangat indah, tenang, dan asri, serta Desa Topo untuk agrowisata. Saat ini obyek wisata terkenal di Tidore, selain sisa Kesultanan Tidore, adalah reruntuhan benteng Spanyol yang menyisakan jejak bangsa Spanyol masa lalu.

Kabupaten Halmahera Timur


TERSEBUTLAH sebuah nama di bagian utara kabupaten, Subaim. Nama tempat sekaligus ibu kota Kecamatan Wasile ini tergolong daerah istimewa di Halmahera Timur. Membawahi sedikitnya delapan satuan permukiman penduduk, daerah ini menjadi sentra beras di kabupaten, bahkan mencakup Halmahera Tengah, kabupaten induknya dahulu.

OLEH transmigran asal Pulau Jawa yang masing-masing 1.000-2.000 orang setiap satuan permukiman (SP), wilayah tersebut digarap hingga menghasilkan padi 20.665 ton tahun 2002. Jumlah tersebut merupakan hasil tuaian di atas lahan panen 6.885 hektar.

Meski demikian, malang bagi kabupaten muda ini. Hasil panen tersebut tidak beredar di daerah sendiri, tetapi justru lari ke Tobelo di Kabupaten Halmahera Utara, tetangganya. Buat para petani, menyeberangi Teluk Kau selama dua jam dengan long boat, angkutan air bagi masyarakat setempat, lebih menguntungkan ketimbang harus ke Maba, ibu kota kabupatennya sendiri.

Pasalnya, bukan perkara mudah untuk berjalan menuju Maba. Satu-satunya jalan yang tersedia ke sana, sejauh 41 kilometer, belum layak dilewati. Dari total jalan yang dibuka, sepanjang 247 kilometer, baru 17 persen beraspal. Rute Subaim-Maba tidak termasuk di dalamnya.

Kabupaten yang otonom sejak 31 Mei 2003 ini memang belum memiliki sarana infrastruktur yang memadai. Ibarat sebentuk bangunan, Halmahera Timur belum kelihatan wujudnya. Semuanya serba darurat, mulai dari kantor pemerintah kabupaten (pemkab) yang masih mengontrak di rumah penduduk hingga kantor DPRD yang akan didirikan.

Demikian pula dengan sarana wilayah lainnya. Meskipun Sungai Sangaji, atau lebih populer disebut Ake Sangaji, mampu mengalirkan 6.000-7.000 liter air per detik, hingga kini rumah penduduk belum terjamah air bersih.

Listrik tak kalah langka dibandingkan dengan air bersih. Hanya sebagian Kecamatan Maba dan Wasile yang bisa menikmati fasilitas ini. Itu pun 12 jam per hari mulai pukul enam sore hingga enam pagi.

Berkomunikasi jarak jauh dengan penduduk Kabupaten Halmahera Timur merupakan perjuangan tersendiri. Hubungan antara satu daerah dengan daerah lain hanya bisa menggunakan telepon satelit yang kualitasnya sangat ditentukan oleh cuaca. Sekarang telepon seluler sudah dapat dinikmati di Subaim dan Buli.
Sebagai daerah agraris yang meliputi 41 desa, pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduknya. Mereka yang menggantungkan hidup dari hasil bercocok tanam jumlahnya 86 persen. Selain tanaman pangan, seperti padi, jagung, ubi kayu, kacang tanah, dan kacang kedelai, penduduk menanam pula sayur-sayuran, seperti cabe, terong, kacang panjang, dan bayam. Pisang, jeruk, pepaya, mangga, nangka, dan jambu adalah jenis buah-buahan yang mereka budidayakan, tetapi hasilnya masih terbatas.

Terhadap kegiatan ekonomi Halmahera Timur, lahan perkebunan yang digarap belum kelihatan perannya. Kecuali kelapa, beberapa komoditas lain yang dikembangkan, yakni jambu mete, cengkeh, pala, coklat, dan kopi, produksinya belum memuaskan.
Deretan nyiur yang memagari pesisir pantai Halmahera Timur sebagian besar bukan jenis hibrida, melainkan kelapa dalam. Meski banyak yang bisa dimanfaatkan dari tanaman kelapa, oleh masyarakat setempat hasilnya hanya dijual dalam bentuk kopra. Biasanya Tobelo dan Ternate menjadi tempat persinggahan sementara sebelum kopra dibawa ke Surabaya.

Tumbuhnya perekonomian kabupaten baru ini pun belum bisa berharap banyak dari hasil perikanan. Meski empat kecamatan berhadapan langsung dengan teluk dan lautan lepas dengan kelompok desa nelayan seperti Mabapura, Bicoli, Wayamli, Soakimalaha, Jarajara, Lolobata, dan Fayaul, produksi perairan belum mampu menggerakkan roda perekonomian rakyat. Padahal, Halmahera Timur terletak di Maluku Utara yang berpotensi besar menghasilkan berbagai jenis ikan pelagis atau ikan permukaan berukuran besar maupun kecil.Dari seluruh kecamatan, hanya 5 persen penduduk yang berminat menggeluti lapangan usaha ini. Mereka melaut dengan peralatan yang sederhana, seperti pukat pantai, jaring insang, bagang perahu, pancing tonda, rawai, dan bubu. Perahu yang digunakan pun sebagian besar atau 80 persen dari 1.772 adalah perahu tanpa motor. Tuna dan teri adalah jenis ikan yang paling banyak diburu nelayan.
Di usia yang sangat muda, Halmahera Timur belum lengkap dengan berbagai sarana. Khususnya sektor perikanan, jangankan pabrik pengolahan lengkap dengan cold storage, tempat pelelangan ikan tak satu pun ditemui di sana. Semuanya masih dalam taraf persiapan. Bagaimanapun, sektor pertanian-termasuk di dalamnya perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan-akan terus dikembangkan karena sifatnya yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat.

Sebaliknya dalam waktu dekat Halmahera Timur masih harus menggali kekayaan tambang. Tanpa melalui proses pengolahan lebih lanjut, galian tambang yang masih mentah langsung dikirim ke luar daerah. Oleh PT Aneka Tambang (Antam), dua kali seminggu, setidaknya 70.000-80.000 ton nikel diangkut ke Pomala di Sulawesi Tenggara, Jepang, Korea, dan Australia. Dari timbunan nikel itulah roda ekonomi daerah digerakkan. Ada tiga sumber tambang nikel Halmahera Timur. Dua di antaranya di Mabapura dan Buli sudah beroperasi. Sementara Pulau Pakal masih dalam rencana.

Meski cukup berarti terhadap produk domestik regional bruto, dunia pertambangan Halmahera Timur belum banyak mengikutsertakan penduduk setempat. Diperkirakan dari 6.400 tenaga kerja yang terlibat dalam usaha penambangan, 30 persen merupakan putra daerah. Masih sedikitnya lapangan usaha dalam menyerap tenaga kerja lokal diakibatkan oleh masalah pendidikan. (Sumber: Kompas)


Kabupaten Halmahera Tengah


SEJARAH kembalinya Irian Barat yang kini dikenal dengan Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi menorehkan nama Halmahera Tengah di dalamnya. Tahun 1956 wilayah ini termasuk bagian Provinsi Irian Barat. Tak hanya itu, daerah yang baru saja mengalami pengurangan wilayah di awal tahun 2003 ini adalah basis perjuangan merebut Irian Barat.

HAMPIR setengah abad lalu peristiwa itu terjadi. Meski demikian, hal bersejarah ini tak pernah lekang dimakan waktu. Ini tercermin dari arti gelombang laut, sudut Salawaku, dan gugusan pulau/gunung pada lambang Kabupaten Halmahera Tengah.

Tidak tanggung-tanggung, wilayah Kabupaten Halmahera Tengah berkurang hampir 80 persen. Kecamatan Tidore dan Oba menjadi bagian Kota Tidore Kepulauan, sementara Kecamatan Maba dan Wasile masuk dalam naungan Kabupaten Halmahera Timur. Ini berarti mengurangi potensi sumber daya alam, dengan menyisakan Kecamatan Weda dan Kecamatan Patani Gebe yang kemudian dipisahkan menjadi Kecamatan Patani dan Kecamatan Pulau Gebe. Mau tidak mau, potensi alam lainnya harus digali untuk menggerakkan perekonomian yang mengandalkan perkebunan sebagai ujung tombak pertanian.

Pada tahun 2001, sumbangan perkebunan mencapai 19,25 persen dari total kegiatan ekonomi dengan kelapa sebagai komoditas utama. Produksinya sebanyak 39.023 ton di tahun yang sama digeluti oleh lebih 26.000 petani kelapa. Jika dikurangi dengan empat wilayah yang telah menjadi kota dan kabupaten lain, maka hanya 23 persen dari total produksi dengan 9.203 petani kelapa saja yang dimiliki kabupaten ini. Produksi kelapa yang berlimpah diolah lebih lanjut menjadi minyak kelapa rakyat. Batok kelapa juga termasuk komponen kelapa yang dapat dimanfaatkan.

Hasil perikanan laut memang cukup menjanjikan. Ikan cakalang merupakan ikan yang paling banyak tersedia. Geografis Halmahera Tengah yang berbatasan dengan Teluk Buli dan Teluk Weda menjadikan hasil perikanan sebagai kandungan alam potensial dan layak menjadi andalan.

Kontributor terbesar ada di pertambangan nonmigas. Sejauh ini, pertambangan yang dieksploitasi adalah nikel. Pertambangan nikel yang berada di Pulau Gebe dikelola PT Aneka Tambang (Antam). Di tahun 2001, nilai produksi pertambangan mengalami kenaikan menjadi 29 juta dollar AS.

Aktivitas penambangan telah dimulai sekitar tahun 1978. Diperkirakan, kontrak eksploitasi berakhir terhitung empat tahun kemudian dari sekarang. Berakhirnya kegiatan penambangan di Pulau Gebe menjadi persoalan, mengingat sumbangannya yang besar mencapai 19,6 persen terhadap keseluruhan nilai perekonomian.

Saat ini di wilayah Kecamatan Weda, sebuah perusahaan asing yakni PT Weda Bay Nickel yang merupakan group perusahaan dari Perancis Eramet, sedang menyelesaikan proses akhir eksplorasi tambang nikel dan cobalt. Dengan nilai investasi sekitar Rp 2,34 triliyun. Diperkirakan sekitar 3 - 4 tahun kedepan proses tambang dan produksi akan beroperasi.

Akses ke Pulau Gebe dapat dicapai dengan kapal dalam setengah hari perjalanan. Bisa juga dengan pesawat carter. Selain pelabuhan di Pulau Gebe, Halmahera Tengah juga memiliki sebuah dermaga kecil di Kecamatan Weda yang merupakan pelabuhan perintis.

Di pelabuhan-pelabuhan kecil ini, kapal-kapal besar yang berasal dari Pelabuhan Ternate tidak dapat merapat. Karenanya barang-barang yang dibawa diangkut ke daratan dengan jenis kapal kecil. Barang-barang yang didatangkan dari luar pulau, seperti beras dan pakaian, dipasok dari Surabaya serta sayur-sayuran berasal dari Manado. Barang-barang ini dibongkar di pelabuhan besar Ternate untuk kemudian diangkut kembali dengan kapal ke Halmahera Tengah.

Pengangkutan melalui jalur laut menjadi pilihan karena kurang baiknya infrastruktur jalan. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar permukaan jalan berkerikil dengan kondisi rusak.

KABUPATEN HALMAHERA UTARA

USIA boleh muda, tetapi peran dalam sejarah dunia perlu diperhitungkan. Sebagian wilayah kabupaten yang baru mekar tanggal 23 Februari 2003 berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2003 ini pernah ikut andil dalam sejarah Perang Dunia II. Salah satu wilayahnya, Pulau Morotai, menjadi saksi bisu dalam pertempuran antara tentara Jepang dan sekutu yang dikomandani Amerika Serikat. Pada zaman Perang Dunia II, pulau ini menjadi pangkalan militer pasukan Amerika Serikat.

SISA-sisa peninggalan perang, seperti meriam, benteng, dan senapan, masih dapat dijumpai di pulau ini. Namun, sayang, sisa-sisa peninggalan itu sudah jarang ditemui karena oleh masyarakat setempat barang tersebut dimanfaatkan menjadi kerajinan tangan. Rongsokan senjata dilebur menjadi kerajinan besi putih yang dihiasi mutiara.

Lokasi peninggalan Perang Dunia (PD) II ini berpotensi menjadi tempat pariwisata unggulan. Sampai sekarang, ada beberapa mantan tentara PD II yang bernostalgia mengenang keterlibatan mereka di Halmahera. Peninggalan PD II di antaranya Pulau Sum-Sum tempat persembunyian Jenderal Douglas MacArthur, panglima perang tentara sekutu, dan Pulau Bobale di Kecamatan Kao.

Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara memiliki potensi pariwisata bahari. Gugusan Pulau Dodola, Kokoya, Ngele-Ngele di Kecamatan Morotai memiliki pantai pasir putih, ikan hias, dan terumbu karang. Wisata pantai terdapat di Pantai Kupa-Kupa di Kecamatan Tobelo Selatan, Pantai Luari di Kecamatan Tobelo. Telaga Duma dan Telaga Makete di Kecamatan Galela, Telaga Lina di Kecamatan Kao, dan Telaga Paca di Kecamatan Tobelo. Bagi penggemar olahraga selam, Pulau Morotai memiliki taman laut yang indah untuk dinikmati. Namun, sampai saat ini potensi pariwisata bahari di Halmahera Utara belum dikelola dengan baik. otensi utama Kabupaten Halmahera Utara diperoleh dari perkebunan dan jasa. Penduduk Halmahera Utara bergantung pada pertanian, terutama perkebunan kelapa dan cengkeh. Luas areal perkebunan kelapa tahun 2002 sebesar 47.900 hektar dengan produksi 68.500 ton. Kecamatan Tobelo, Tobelo Selatan, dan Galela paling banyak menghasilkan komoditas kelapa.
Pengolahan kelapa selama ini terbatas pada produk kopra. Produk dalam bentuk kopra dibawa ke Surabaya melalui Pelabuhan Tobelo. Di sana komoditas ini diolah lebih lanjut menjadi minyak kelapa.

Rempah-rempah seperti cengkeh juga menjadi andalan kabupaten. Sepertiga luas areal dan produksi cengkeh di Kabupaten Maluku Utara disumbang oleh Kabupaten Halmahera Utara. Kecamatan Morotai Selatan, Malifut, dan Kao merupakan produsen terbesar di Halmahera Utara. Pada tahun 2002 areal tanaman cengkeh 2.667 hektar dengan produksi 494 ton.

Sebanyak 78 persen wilayah Halmahera Utara terdiri atas perairan. Oleh karena itu, potensi perikanan wilayah ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Lokasi strategis penangkapan ikan berada di perairan Tobelo, Tobelo Selatan, Morotai, Teluk Kao, dan Laut Maluku. Jenis ikan yang terdapat di perairan Halmahera Utara di antaranya pelagis besar seperti cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna (Thunus spp), layaran (Isthiophorus spp), dan lemadang (Coryphaena spp). Jenis pelagis kecil juga banyak dijumpai, seperti ikan layang, kembung, teri, selar, dan julung-julung. Jenis ikan demersal seperti kakap merah, pisang-pisang, baronang, dan jenis ikan ekonomis tinggi seperti kerapu sunu dan kerapu bebek juga banyak dijumpai dari hasil tangkapan nelayan Halmahera Utara.

Komoditas perikanan lain seperti kepiting kenari, cumi-cumi, mutiara, dan ubur-ubur atau lebih dikenal dengan nama jelly fish banyak dijumpai di perairan Teluk Kao. Di perairan Morotai, nelayan banyak mendapatkan lobster bambu, batik, dan mutiara. Rumput laut, teripang pasir, teripang lotong, dan teripang hitam juga sering dijumpai.

Produksi perikanan Kabupaten Halmahera Utara tahun 2002 sekitar 16.700 ton. Kecamatan Tobelo dan Tobelo Selatan paling besar menyumbang produksi perikanan ini. Produk perikanan digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal maupun bahan baku industri caning di beberapa daerah di luar Kabupaten Halmahera Utara, seperti Manado dan Jakarta. Pengapalannya dilakukan di Pelabuhan Tobelo untuk didistribusikan lebih lanjut ke daerah lain. Ada pula yang sampai dikapalkan ke Jepang.

Kabupaten Halmahera Utara juga memiliki potensi pertambangan. Nusa Halmahera Mineral (NHM), sebuah perusahaan pertambangan emas, sudah sejak tahun 1990-an melakukan eksploitasi emas di daerah Kao dan Malifut. Di kecamatan Loloda Utara, tepatnya di Pulau Doi, juga terdapat eksploitasi mangan.

cerita MALUT RAMADHAN BERDARAH










Peristiwa Maluku Utara Berdarah (22 Oktober-99 s/d 4 januari 2000)

Dalam puisi Taufiq Ismail berjudul Kura-kura mengenai konflik di Maluku bahwa konspiratornya orang luar sedang operatonya orang lokal. Siapa dia?. Mari kita simak dengan akal sehat dan memakai nurani yang dalam. Telah puluhan bahkan ratusan tahun rakyat maluku utara hidup dengan damai. Baik antar etnis maupun antar agama. Sebagai contoh, ketika pada tahun 1975 orang Makian dipaksa pindah dari kampung halamannya, oleh Pemda setempat, ke daratan Halmahera dengan alasan Gunung Api Kie Besi akan meletus. Akhirnya mereka memulai hidup baru di daerah yang tandus, yaitu daerah Malifut yang berdampingan dengan daerah Kao. Di daerah yang baru ini, orang-orang Makian (mayoritas Muslim) diterima baik oleh tetangganya, penduduk Kao (mayoritas kristen) yaitu desa Wangeotak, Sosol, Tomabaru, Gayop dan Tobobo. Mereka hidup rukun sehingga mereka berpadu untuk bersama-sama membangun daerah Halmahera Utara. Bahkan ada cerita, ketika anjing piaraan orang Kao memasuki daerah Malifut, maka orang Kao sendirilah yang menghalau anjing tersebut. Karena mereka tahu bahwa orang makian malifut yang mayoritas islam mengharamkan anjing. Rukunlah kedua tetangga tersebut dalam mengatur kehidupan wilayahnnya. 24 Tahun mereka, orang Makian yang dikenal pekerja keras, berhasil merubah keadaan kehidupan dan wilayah mereka. Yang tadinya gersang, sekarang dengan perkebunan dan peternakannya yang berhasil banyak dari kalangan mereka naik haji (sebagai bukti kesuksesan mereka). Bahkan ada KUD di Malifut yang sangat berhasil dan membuat salut banyak orang, bahkan dari pihak luar negeri sekalipun, karena tanpa subsidi dari pemerintah mereka berhasil memakmurkan KUD-nya. Kemudian tersiar kabar dibalik tanah malifut terdapat bongkahan emas. Mulailah para investor berebut masuk kesana untuk dapat menguasai. Akhirnya perusahaan penambangan besar internasioanl, Newcrest (Australia) berhasil mengeruk emas yang ada dengan bendera PT. Nusa Halmahera Minerals yang join dengan BUMN PT. Aneka Tambang. NHM mulai melakukan survey tahun 1998 dan melakukan eksplorasi tahun 1999. Dengan adanya perusahaan besar inilah mulai membuat mata manusia perlahan-lahan buta terhadap kebenaran. Dimulai dengan konflik kecil-kecilan yakni rekrutmen tenaga kerja NHM yang tidak adil (terlalu banyak menerima pekerja asal Makian Malifut dibanding Kao), sampai dengan antar jemput antar karyawan warga Kao dan Malifut. Yang kesemuanya menjadikan bentrok antara karyawan (Kao dan Malifut) yang membuahkan dendam. Setelah 24 tahun warga Makian Malifut membangun wilayahnya, maka sangat patut ketika reformasi bergulir mereka meminta status daerah mereka ditingkatkan menjadi Kecamatan. Akhirnya keluarlah PP No. 42/1999 yang menetapkan Wilayah Malifut menjadi daerah Kecamatan dengan lima desa yaitu desa Wangeotak, Sosol, Tomabaru, Gayop dan Tobobo dimasukkan dalam kecamatan Malifut. Dari keadaan inilah mulai timbul gejolak. Oknum warga Kao dan aktor lokal daerah Kao menuntut agar ke lima desa tersebut jangan bergabung dengan kecamatan Malifut. Penolakan PP No. 42/99 dibungkus adat setempat yaitu, ketakrelaan warga Sosol, Wangeotak, Tomabaru, Gayop dan Tobobo yang tak menerima penggabungan desa mereka ke kecamatan Malifut. Alasan yang diutarakan, mereka takut kena katula (jadi kodok dan monyet?) dari sumpah adat Sultan Baabullah yang melarang empat Sangaji: Pagu, Boenge, Modole, dan Kao, untuk saling berpisah. Sumpah yang mestinya dimaknai sebagai upaya hidup berdampingan secara damai, kini malah menumpahkan darah anak negeri yang bermukim di bumi Malifut. Karena Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 1999 yang jadi kontroversi itu. Bagi masyarakat Kao, PP itu hanya buatan tangan manusia yang bisa dirobah. Apalagi Mudafar Syah ketika mengunjungi Kao, juga memperkuat argumen bahwa PP itu hanya buatan manusia dan pihaknya akan memperjuangkan hingga presiden. Sementara Malifut berpendapat, PP itu adalah amanat konstitusi yang harus diamankan. Karena itulah, bentrokan berdarah yang menghancurkan bumi Malifut itu terjadi. Padahal kalau dilihat lebih jeli, konflik ini karena disebabkan perebutan rezeki tambang emas NHM di Malifut. Diduga Camat Kao, Mochtar Sangaji beserta oknum tertentu (HR dan WS) kerap meminta upeti ke perusahaan NHM. Nah dengan adanya kecamatan Malifut, otomatis rezeki mereka hilang karena bisa jatuh ke kecamatan Malifut. Oleh karenanya, ketika isu-isu untuk menaikan status wilayah Malifut menjadi kecamatan, mereka seperti kebakaran jenggot.
Menurut Samad Simin, mantan Camat Kao, sebagaimana dikutip Ternate Pos, dua nama yang mesti diperiksa aparat kepolisian adalah HR dan WS. Karena kedua orang ini yang sering memimpin demo menentang kehadiran suku Makian, sebelum PP 42 turun. Termasuk ketika memaksa PT.Nusa Halmahera Minerals menyerahkan sumbangan kepada mereka, ketika dirinya masih jadi camat di Kao. . "Semasa saya masih jadi Camat Kao, mereka memaksa NHM menyerahkan upeti Rp. 100 juta. Mereka berdua juga pernah melakukan demo anti orang Makian di Kantor Camat Kao", katanya. Menurut Samad Simin lagi, tidak semua warga Kao terlibat dalam tawuran berdarah itu. Warga Kusu II dan Pidiwang, misalnya, tidak mau ikut campur dalam tragedi itu. Sebab, sebagian warga telah mengetahui persis penolakan lima desa Kao untuk masuk wilayah Malifut, menurutnya, hanya mempertahankan rezeki Gosowong. Mereka terus berusaha memprovokasi warga Kao untuk membenci warga Malifut. Puncaknya pada malam tanggal 19 Agustus pemuda desa Sosol (Kao) dalam keadaan mabuk cap tikus, menyerang desa Tahane (Malifut) dengan menghina Nabi Muhammad. Hal ini tidak bisa diterima warga Makian Malifut (fanatik Islam) akhirnya melakukan serangan balasan esok pagi tanggal 20 21 Agustus yang meluluhlantakan desa Sosol dan Wangeotak. Keesokannya, Muspida Kabupaten Maluku Utara bersama Sultan Ternate Mudaffar Sjah, berkunjung ke tempat kerusuhan. Namun kedatangan Mudaffar Sjah ke sana bukannya menyelesaikan masalah malah membuat masalah baru. Mudaffar malah berjanji kepada warga Nasrani Kao, bahwa ia akan memperjuangkan aspirasi mereka hingga ke Presiden Habibie, karena warga Kao adalah pengikutnya yang dijulukinya Kaso Mahena (anjing buduk sultan). Karena dalam pandangannya dan kemudian ini digunakan sebagai alasan oleh warga Kao Kristenbumi Malifut bukan milik warga etnik Muslim Makian.
Tanggal 22 Agustus-23 Oktober 1999, Pejabat dan aktor lokal Kao setempat bebas dan makin menjadi-jadi membuat orasi yang isinya tak jauh dari makar yakni pembungihangusan Malifut. Hal ini dibiarkan oleh aparat. Kemudian, Pulau Bobale di depan kecamatan Kao dijadikan pangkalan pembuatan bom. Herannya, semua itu dilakukan di depan hidung aparat TNI dan Polri, tapi tak dihalangi sama sekali. Dan tak ada upaya penegakkan hukum oleh aparat kepolisian. Kenapa? Cobalah Anda berpikir dengan hati nurani. Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, hari Minggu tanggal 24 Oktober 1999 terjadi awal peristiwa yang mengenaskan. Serangan besar-besaran warga Kao ke Malifut.
Berikut kronologisnya. Berceritalah Abas Rajeb (47), Guru SD Malifut, kronologi "pertempuran" babak dua itu.
Pagi itu, sekitar pukul 08.00 WIT, puluhan warga Desa Peleri Kecamatan Malifut, Kabupaten Maluku Utara, Provinsi Maluku Utara, berangkat ke kebun. Mereka berjalan secara "bergerombol". Maklum, situasi belum membaik diakibatkan 2 minggu yang lalu mereka habis bentrok dengan tetangganya. Malam sebelum peristiwa itu, mereka sudah melapor pada pihak keamanan: bahwa Ahad pagi itu mereka ingin ke kebun untuk memanjat kelapa. Pihak keamanan meminta mereka membantalkan niat itu karena keamanan mereka tidak bisa dijamin. "Tapi, karena kebutuhan keluarga harus segera terpenuhi, kelompok itu tetap berkeras pergi", katanya. Seperti biasa, lanjut Abas, untuk menyelesaikan pekerjaan, mereka selalu mengerjakan secara bergotong royong. Seperti pagi itu, mereka bergerombol berangkat ke kebun, di Bobotoka, sekitar 4 Km dari Desa Peleri, untuk memanjat kelapa beberapa warga yang tiba saatnya di panen. Tapi di sana, mereka kemudian dihadang warga Kao dalam jumlah besar. Meski hanya sekitar empat puluhan, mereka sempat bertarung menahan gerak maju orang-orang Kao. Pada kejadian itu, empat orang: Kubais (38), satu orang dari Mailowa dan satu dari Malapa dan seorang anak sekitar 15 tahun tewas di tempat. "Kubais mati di cincang. Dan anak itu kena panah", katanya sedih.
Saling baku serang itu sempat berhenti sehingga orang-orang Peleri sempat mengevakuasi mayat empat orang itu. Tapi, ketika prosesi penguburan berjalan, orang Kao lagi-lagi datang menyerang. Saat itu hari menjelang sore. Karena serangan itu, pelaksanaan penguburan korban hanya dilakukan oleh imam dan aparatnya. "Yang lain kembali berperang mempertahankan kampung". Untung tak dapat di raih. Sial pun tak terhindarkan. Serangan orang Kao sekitar 15 ribu orang itu, yang dilengkapi senjata api rakitan dan bom-bom molotov, tak dapat ditahan. Mereka meringsek masuk kampung. Hingga sore hari, rumah 16 desa di Malifut, mereka bakar habis. "Kami tidak sempat menyelamatkan barang-barang. Yang kami bawa hanya yang bisa kami bawa: seperti ijazah dan SK bagi pegawai negeri", kisahnya dengan suara serak menahan tangis. Yang parahnya lagi, bangunan pemerintahpun habis mereka ratakan, seakan-akan mereka tidak ingin lagi melihat Malifut berdiri kembali.
Dengan jumlah massa yang cukup besar dan bersenjata lengkap itu, jelas tak bisa dilawan warga Malifut yang hanya sekitar 2 ribu orang itu. Diperoleh informasi, warga Kao, dibantu beberapa desa di Tobelo. Bahkan mengaku kapita (pimpinan perang) Wayaua, Bacan serta dari Kecamatan Oba, Kabupaten Halmahera Tengah. Mereka terpaksa mundur dan mengungsi. Sebagian besar, mengamankan diri dan berlindung di Kantor Koramil Malifut. Tapi tidak sedikit yang berjalan kaki menuju Sidangoli, meninggalkan Malifut yang sudah 24 tahun mereka tinggali. Lalu dimanakah aparat? Mereka malah seakan-akan mempercepat penarikan pengungsi warga Malifut ke Ternate dibanding memberi peringatan keras kepihak penyerang (seperti tembakan peringatan). "Orang halmahera itu, sudah diketahui sejak dulu takut sekali sama yang namanya Abri (militer).
Asal dengar tembakkan saja mereka langsung kocar kacir. Lho kok ini mereka (aparat) tidak bertindak apa-apa ketika warga Kao menyerang Malifut dengan peralatan perang yang canggih." Ujar Abdurrahman, warga Ternate, menyikapi masalah aparat. Bahkan menurut fakta dilapangan, aparat malah mengarahkan senjata ke pihak pengungsi, seakan-akan mereka ingin berteriak,"Kaburlah kau ke Ternate, jangan kembali ke sini lagi."
Tanggal 25 Oktober 1999, seorang pengungsi ditembak aparat dengan peluru karet, hingga luka parah dikarenakan pengungsi tersebut membawa barang yang dikira senjata untuk bertempur di Malifut. Aneh! Sementara di Ternate, jumlah pengungsi dari kecamatan Malifut yang perkampungannya telah rata dengan tanah itu, diperkirakan berjumlah sekitar 10.000 orang. Dan inilah bom waktu yang siap meledak! Akhirnya Ternate dijadikan tempat kumpulnya akumulasi emosional para warganya yang terdiri dari pengungsi Ambon, pengungsi Makian Malifut (suku Makian berjumlah 65% dari Maluku Utara).
30 Oktober 1999 Beredarlah Sebuah selebaran di Ternate. Isinya, skenario gereja menguasai Halmahera dengan jalan kekerasan dan ethnic cleansing terhadap warga Muslim. Warga Muslim mulai terprovokasi dengan dokumen yang menyebutkan pembalasan Sosol berdarah itu. Dijelaskan, bagaimana upaya gereja untuk menguasai kesultanan Ternate agar warga Muslim Ternate tak sadar kalau mereka sedang dijebak untuk saling bunuhan antar mereka. Utamanya pembasmian terhadap Muslim Makian dan Tidore yang dikenal cukup militan.
2 Nopember 1999, Warga muslim Ternate dan Tidore mulai gerah dan emosi ketika membaca selebaran tersebut. Dari pihak Gereja, mereka mencoba mengklarifikasikan fitnah tersebut. Di Tidore, Pdt.Tuankotta meminta kesempatan untuk menjelaskan duduk masalah soal selebaran yang meresahkan masyarakat, dan mencatut nama ketua Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM), Pdt.Sammy Titaley. Namun belum tiba pada bantahan Titaley, tiba-tiba massa menjadi beringas sehingga menyebabkan kematiannya dan berbuntut 3 rumah ibadah (Gereja) dirusak massa, dan puluhan rumah penduduk ludes terpanggang api. Korban jiwa, menurut data dari posko kerusuhan yang bermarkas di Kantor Bupati Halteng, 8 orang meninggal. Sedangkan pemantauan lapangan menunjukkan bahwa diperkirakan telah 10 korban yang tewas secara mengenaskan. Ada pertanyaan menggelitik lagi, dimanakah aparat? Wakapolres Halmahera Tengah, Mayor Polisi Ricky Pais, belum bersedia menjelaskan, kenapa aparatnya tak mampu mengendus secara dini dan mengusahakan penangkalan terhadap kemungkinan konflik itu. Akhirnya di pulau Tidore didatangkan 1 SSK Brimob Kepolisian dari Polda Sulawesi Utara. Pasukan yang berjumlah 64 orang itu adalah bantuan langsung dari Mabes Polri dan langsung diterjunkan ke lokasi rusuh.
6-10 Nopember 1999, peristiwa yang sering dibayangkan warga Ternate akhirnya terbukti,.Ternate Rusuh!. Tanpa diketahui awal penyebab dari mana, kerusuhan yang terjadi di Kota Ternate sejak 6 Nopember sampai 10 Nopember 1999 dari Posko Kotamadya Ternate melaporkan korban jiwa yang meninggal dunia sebanyak 31 orang, luka berat 3 orang dan 1 orang luka ringan. Pengusiran warga Kristen Ternate oleh kaum muslim dikarenakan beredar isu-isu bahwa pihak kristen akan mengadakan penyerangan besar-besaran seperti yang pada awalnya terjadi di Ambon. Hal ini diperkuat dengan bukti-bukti yang nyata mengenai banyaknya bom-bom rakitan, sejata rakitan, pedang dan parang yang disembunyikan di rumah kristen serta gereja mereka. Namun pengusiran ini dilakukan dengan "sopan" dibanding para kristen Tobelo yang mengusir dan membantai umat Islam Tobelo. Contohnya ketika mereka (kristen) keluar dari rumah, mereka masih membawa harta serta surat-surat berharga. Dan ketika mereka berada di dalam kompi militer, mereka aman. Bahkan ada beberapa pihak umat Islam yang datang ke kompi guna memberikan bantuan makanan ke pengungsi Kristen di Kompi. Adapun 31 orang yang tewas adalah terdiri dari laki-laki dewasa (tidak ada ibu-ibu dan anak-anak). mereka tewas dikarenakan melakukan perlawanan. Bandingkan dengan Tobelo, para perempuan muslimah diperkosa lalu dibunuh, anak-anak tak luput dari cincangan. Memang mereka kristen sadis! Adapun tempat ibadah sebanyak 5 buah mengalami rusak berat, kendaraan roda empat sebanyak 5 buah, roda dua 9 buah. 72 Rumah rusak total, sedangkan rusak berat 541 dan 63 rusak ringan, 3 buah kios serta 1 buah sekolah rusak berat. Sedangkan kerugian material yang ditafsir sesuai laporan Posko Kotamadya Ternate tercatat rumah rusak total/rusak berat Rp. 35.554 juta, Rusak ringan Rp. 1.827 juta, tempat ibadah rusak total/rusak berat Rp. 232 juta, rusak ringan Rp. 29 juta, kios/toko Rp.93 juta, sekolah rusak total Rp. 58 juta, kendaraan roda empat 500 juta sedangkan kendaraan roda dua 80 juta sehingga total kerugian material mencapai Rp. 73.104.660 juta. Jumlah pengungsi yang ditampung pada kamp-kamp pengungsian sebanyak 5.645 orang, jumlah ini yang tercatat pada posko kotamadya Ternate. Adapun yang mengungsi ke luar Ternate diperkirakan 17.000 orang. (Bitung Manado) Baru Ternate lepas dari kerusuhan, timbul lagi ketegangan antar warga karena ulah pasukan adat kesultanan Ternate. Entah karena ingin menebus dosa masa lalu, yaitu saat reformasi terjadi pengrusakkan kantor bupati serta sarananya, Sultan Ternate mencoba bangkit sebagai pahlawan dalam hal menjaga keamanan kota Ternate. Setelah diberi angin oleh pihak aparat setempat, Mereka, pasukan dewan adat berseragam kuning, biru merah, mulai berjaga-jaga di pos Residen, Kantor Barito, kantor Golkar untuk memeriksa setiap orang yang lewat jalur disitu. Apakah mereka membawa senjata tajam, kalau ya sita!
Tentu dengan cara kerja yang kasar dan menakut-nakuti warga. Hal ini dikarenakan pasukan adat yang diterjunkan kelapangan mempunyai latarbelakang pendidikan yang rendah, otomatis etika pergaulannya pun minus sehingga lebih terkesan over acting dan memancing emosi masyarakat dalam melakukan pengamanan kota dibanding hansip sekalipun! Akhirnya tindakan mereka menjadikan rasa benci masyarakat lebih membara Dilain pihak terlihat aparat hanya duduk-duduk sambil melihat para pasukan kuning yang over acting melucuti senjata pedang masyarakat. Disinilah mulai timbul 2 kubu, yaitu kubu kuning (dewan adat) dan kubu putih (masyarakat setempat, khususnya masyarakat Ternate Selatan).
Sekitar tanggal 9 November 1999, jam 15.00 WIT terjadi penembakan ke warga sipil di pelabuhan oleh aparat KODAM. Korban bernama Rais tewas ditempat dengan peluru mengenai jidatnya mengakibatkan mata kanannya keluar. Penembakan dilakukan karena pada saat itu, dipelabuhan sedang terjadi evakuasi orang kristen ke Bitung. Adapun korban warga Dakomip (belakang pelabuhan) waktu itu hanya sekedar ingin melihat suasa pengungsi, namun nasib berkata lain. Akhirnya warga Dakomip, Kadaton Tidore dan Falajawa membawa jenazah ke markas Kodam untuk meminta pertanggungjawaban. Ketika massa sampai di depan markas kodam, tiba-tiba datang truk dari arah Pasar Gamalama membawa pasukan adat lengkap dengan senjata perang (pedang panjang). Akhirnya pasukan dewan adat langsung bercakalele mengejar kumpulan massa yang sedang membawa mayat. Aparat membiarkan kuning mengacau yang menyebabkan massa lari kocar kacir menyelamatkan diri. Disinilah massa tambah sakit hati terhadap kuning. Adapun aparat hanya menyaksikan hanya mengatakan bahwa kedua pihak hanya salah paham. Cuma begitu saja?. Malam harinya jam 20.00 WIT, terjadi bentrokkan di muka jalan Falajawa dengan masalah yang sama yaitu membawa mayat korban untuk dimakamkan. Dan hal ini lebih menambahkan rasa benci warga putih terhadap kuning. Belum puas dengan melakukan sweaping (razia) terhadap warga Ternate, dewan adat mencoba unjuk kekuatan kembali yaitu menculik orang-orang yang diduga provokator kerusuhan Ternate (tentunya versi Mudaffar Sjah, yaitu aktivis Makian dan Tidore). Adapun militer hanya membantu dalam hal menyiksa dan memenjarakan. Akhirnya Ternate dicekam rasa ketakutan akan culik menculik yang dilakukan dewan adat. Korban pun mulai berjatuhan, salah satunya Imran.
Kala itu, Imran bermaksud mengantar anak dan istrinya ke Jakarta. "Saya mau mengantar anak-anak saya ke Jakarta. Keamanan di Ternate sudah tidak menjamin sekolah mereka", kata kepada Ternate Pos, saat di rawat di Rumah Sakit Umum Ternate. Tapi sial, Imran ditangkap pasukan dewan adat lengkap dengan senjata. Setelah disiksa pasukan dewan adat, Imran mengaku di bawah ke Markas Batalyon 732 Banau Ternate. Di markas tentara ini, Imran bukan mendapat pertolongan. Ia, sebagaimana diakuinya kepada Ternate Pos, malah dianiaya oleh oknum anggota tentara beragama kristen. Selain bogem mentah, oknum anggota tentara juga memukulnya dengan popor senjata dan potongan balok. Akibatnya, sekujur tubuh Imran babak belur. Untunglah waktu tengah malam terjadi applaus (pergantian jam jaga) dan yang menggantikan adalah tentara muslim. Akhirnya Ia sempat dirawat di rumah sakit umum selama dua hari. Setelah itu, demi keamanan dirinya dan pengobatan alternatif, Imran di bawa ke Tidore. Hingga sekarang, Imran tetap ngumpet di satu tempat yang tak mudah diketahui orang. Begitu juga dengan korban-korban lainnya. Akhirnya banyak aktivis orang Makian yang mengungsi ke Tidore untuk keamanan. Puncak akumulasi emosi pihak putih dan pihak kuning akhirnya terjadi. Berikut kronologis pertempuran kuning dan putih dari tanggal 27 sampai dengan 29 Desember 1999.
Senin, 27 Desember 1999 Pukul 20.00 WIT, saat itu umat Islam Ternate sedang menunaikan ibadah shalat tarawih, terdengar bunyi dentuman keras di kawasan kelurahan Stadion. Tak lama kemudian, api mulai berkobar di sekolah SMA RK Bintang Laut. Hal ini membuat warga Stadion dan Kampung Pisang yang dekat dengan Tempat Kejadian Peristiwa (TKP) mendatangi lokasi, dengan maksud mencari tahu. Namun dihadang sekitar 30 orang dewan adat yang bermarkas di kantor Golkar ( 500 meter dari lokasi kejadian). Sehingga bentrokan pun terjadi pada malam itu. Bunyi ketukan tiang listrik saling bersahutan untuk meminta bantuan sehingga membuat warga sekitarnya menjadi cemas. Korban dari pihak putih berjatuhan akibat lemparan dari pihak dewan adat. Kejadian ini diantisipasi oleh aparat keamanan dengan mendatangkan tiga kesatuan yang terdiri dari kesatuan Brimob, Polisi dan TNI ke lokasi kejadian.
Selasa, 28 Desember 1999 Pukul 01.00 WIT. Setelah diadakan upaya perundingan oleh aparat antara pihak putih dan kuning tidak berhasil, akhirnya pertempuran dua kubu tak terelakan lagi. Pasukan dewan adat (pihak kuning) mulai menyerang dengan beringas ke warga setempat dan dibalas dengan aksi pelemparan batu oleh pihak putih (warga masyarakat). Aparat keamanan yang berada ditengah massa yang bertikai mencoba melarai. Pukul 01.30 WIT. Ratusan massa mulai bertambah. Dari kelompok putih bantuan datang dari kelurahan sekitarnya seperti Kampung Pisang, Tanah Tinggi, Toboko dan Mangga Dua. Adapun dari pihak kuning, ada penambahan pasukan dengan didrop tiga truk. Aksi saling lempar melempar dan mengejek dilakukan kedua belah pihak. aparat keamanan mulai melepas tembakan peringatan untuk membubarkan kumpulan massa. Pukul 02.00 WIT. Masih dari kawasan Kampung Pisang, keadaan suasana tambah mencekam ketika beberapa korban dari kedua belah pihak mulai berjatuhan. Pasukan dewan adat mulai bercakalele (menunjukkan keahlian perang) dengan perlengkapan perang seperti parang, pedang dan mulai mencoba bergerak maju untuk menghalau dan menghantam massa putih. Adapun dari kelompok putih tetap bertahan dengan batu, parang dan senjata rakitan dan terus mengetuk tiang listrik untuk minta bantuan. Pukul 02.30 WIT. Korban kembali jatuh dan salah satunya dari pihak aparat yakni komandan Brimob, Lettu. Paulus, tersungkur akibat kaki kiri terkena peluru dari senjata rakitan (basoka). Adapun dari pihak kelompok putih yaitu Haris, warga Tanah Tinggi, tewas diterjang timah panas mengenai punggung. Keadaan makin memanas dan mencekam. Sedang dari kelompok dewan adat yaitu Yopi yang memimpin pasukan adat terkena basoka di dada dan panah di punggung. Beruntung Yopi sempat diselamatkan oleh rekan-rekannya dan sampai berita ini diturunkan belum diketahui nasib dan tempat persembunyiannya. Pukul 03.00 WIT. Tanpa bisa dikendalikan oleh aparat kemananan, kedua kubu (kuning dan putih) semakin beringas dengan saling berjibaku. Sejumlah warga Falajawa 2 dan Kalumata didrop ke "medan pertempuran" untuk membantu kelompok putih. Akhirnya kelompok kuning terdesak mundur, sehingga gedung Golkar yang merupakan basis kelompok kuning dibakar.
Pukul 04.00 WIT. Saat sebagian warga Kampung Pisang sedang sahur, kelompok kuning mulai menambah kekuatan dan berhasil memukul mundur pasukan putih dari Kampung Pisang sampai di daerah Tanah Tinggi. Mereka, kelompok kuning, mulai membakar rumah penduduk dikawasan Kampung Pisang, sebagian Maliaro dan Tanah Tinggi. Ratusan rumah terbakar dan ditambah penyerangan membabi buta dari dewan adat menyebabkan warga disekitarnya melarikan diri dan mengungsi ke Mapolres tanpa bisa menyelamatkan harta benda. Seorang ayah dan anak perempuan warga Tanah Tinggi tewas dibacok pasukan dewan adat. Korban Harta belum dapat ditaksir sampai berita ini diturunkan. Adapun korban jiwa yang meninggal karena terbakar adalah Ny. Rambega, 58 th, warga Maliaro. Tidak sempat menyelamatkan diri. Ia terbakar bersama rumahnya. Pukul 07.30 WIT. Pasukan Dewan adat tambah beringas dengan tetap melakukan aksi pembakaran tak terkecuali bangunan milik pemerintah tak luput dari aksi pembakaran seperti perumahan Bea Cukai. Seorang warga Falajawa 2, Abu, purnawirawan polisi tewas ditempat dan terputus kakinya akibat dicincang pasukan dewan adat di gedung kantor PDAM lama. Pasukan Putih tetap berusaha menghalau dengan senjata rakitan, pedang dan lemparan batu, meskipun terhalau mundur sampai ke jalan Toboko jembatan nomor satu. Korban jiwa bertambah lagi baik dari pihak dewan adat maupun kelompok putih.
Pukul 08.30 WIT. Pasukan kuning akhirnya terpukul mundur dari wilayah Toboko setelah kelompok putih menambahkan kekuatan dari warga Ternate Selatan melakukan penyerangan dengan pelemparan batu kearah dewan adat. Dikarenakan situasi yang makin tidak menentu maka terjadi pengungsian yang dilakukan oleh warga Ternate Selatan (umumnya anak-anak dan kaum wanita) ke Tidore.
Pukul 12.30 WIT. Sekitar 500 Pasukan Jihad Tidore datang ke Ternate lewat Toboko Pantai untuk bergabung dengan kelompok putih Ternate. Pukul 13.00 WIT. Pasukan putih bersama pasukan jihad Tidore berhasil menghalau Pasukan Kuning dari kawasan Jalan Mononutu depan kantor Barito sampai di kelurahan Soa. Pukul 15.15 WIT. Konsentrasi Pasukan Adat yang berjumlah sekitar 200 orang dan Putih (500 orang) sudah saling berhadapan di depan Kantor Kodim. Bentrokan masih bisa dihindarkan karena aparat dengan siaga mencoba mengatasi keadaan tersebut. Jembatan Residen yang merupakan posko pertahanan kuning di kawasan Falajawa mulai dibakar massa putih. Pukul 16.00 WIT. Sehabis shalat Ashar di Masjid Muhajirin Falajawa, secara tiba-tiba pasukan putih serentak menyerbu pasukan kuning, sehingga pasukan kuning terpukul mundur dan lari menyelamatkan diri ke arah Terminal. Aparat tidak bisa berbuat apa-apa dikarenakan kurangnya personil. Saat pasukan dewan adat lari mundur menuju terminal, mereka sempat melempari dengan batu kearah Masjid Agung Muttaqien yang mengakibatkan kaca-kaca Masjid Hancur dan seorang jamaah terkena lemparan di mata ketika para jamaah sedang menunaikan shalat Ashar. Hal ini menyebabkan warga muslim sekitarnya yang semula netral (tidak memihak kubu putih dan kuning) menjadi marah dan mulai bergabung dengan kelompok putih. Korban jiwa kembali berjatuhan. Tak jauh dari Masjid Muttaqien, Seorang warga Falajawa (pihak putih), Abdurrahman Hadi Assagaf, tewas mengenaskan dengan tubuh tercincang. Adapun dari Pihak kuning, seorang tewas dengan batang leher terbelah di depan Toko Utama jalan Nukila.
Jatuhnya korban dari kedua belah pihak membakar emosi massa kuning dan putih sehingga menyebabkan situasi semakin tak terkendali lagi, dan menewaskan 6 korban meninggal dari pihak putih di kawasan Kampung Makassar Barat. Posisi terakhir sampai hari Senin 27 Desember, massa kuning berkumpul di Bambu Kuring, masjid Arqam kawasan kampung Makassar, adapun massa putih berkumpul di Soa Sio.
Rabu, 29 Desember 1999 Pukul 10.00 WIT. Diadakan upaya perdamaian dari semua pihak yang dihadiri oleh Gubernur, Surasmin SH, Dandim, Kapolres dan dari kelompok kuning hanya diwakili oleh Zulkarnain Soleman, Sekretaris Pribadi Sultan Mudaffar Sjah. Hal ini menyebabkan ratusan massa depan kantor Gubernur kecewa, karena Mudaffar Sjah selaku Sultan Ternate Tidak hadir. Tanpa diketahui siapa yang mengomando, ratusan massa putih bergerak menuju Kedaton Ternate.
Pukul 11.00 WIT. Di kawasan Santiong, Pasukan kuning mulai membakar dua buah mobil milik warga setempat. Mobil tersebut diparkir di jalan Beranjangan. Aparat mencoba memblokade namun tidak berhasil. Pukul 12.00 WIT. Bantuan pasukan putih ke Ternate terus berdatangan diantaranya dari Moti, Kayoa, Tidore, Makian, Bacan dan Sanana. Kelompok putih pada saat itu berjumlah sekitar lima belas ribu tertahan di depan gedung RRI. Dari kawasan Dufa-Dufa sekitar 3 KM sebelah utara Kedaton Ternate, warga setempat mulai mengungsi ke pangkalan angkatan laut. Pukul 12.30 WIT. Bentrokkan tak dapat dihindarkan. Massa kelompok putih dan kuning yang berada di depan RRI terus melakukan penyerangan dengan melakukan pelemparan batu disertai bom rakitan dari kedua belah pihak. Aparat tak tinggal diam dengan mencoba menghalau kedua belah pihak. Puluhan korban berjatuhan akibat terjangan peluru aparat dan peluru senjata rakitan.
Pada saat yang sama, massa putih di kawasan jalan tengah Kampung Makassar mencoba membakar rumah keluarga Mudaffar Sjah. Hal ini mengakibatkan kelompok kuning yang berada tidak jauh dari lokasi tersebut tetap memberikan perlawanan. Pukul 16.00 WIT. Gedung KNPI "Ngaralamo" yang berada sekitar 100 meter dari kedaton dan merupakan basis dewan adat dan sekretariat Gemusba (Generasi Muda Sultan Babullah) dibakar oleh massa putih. Dengan berjumlah sekitar 15.000 orang, kelompok putih mulai mengepung kedaton Ternate. Adapun massa kuning, masuk kedalam kedaton dan akhirnya dari dalam kedaton Kesultanan Ternate dinaikkan bendera putih tanda menyerah. Pasukan dewan adat serta merta melepaskan atribut pakaian mereka dan membakar serta mematahkan pedang-pedang mereka.
Pada saat yang sama, Sultan Tidore, H Djafar Dano Yunus Sjah didampingi Gubernur Maluku Utara memasuki kedaton Ternate dan terlihat Mudaffar Sjah langsung berpelukan dengan sultan Tidore dan mengakui kesalahan dan bersedia bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Pukul 17.00 WIT. Ratusan ribu warga putih turun kejalan dan meneriakkan Takbir tanda kemenangan atas kezaliman. Pada saat yang sama Sultan Tidore dan gubernur Surasmin, di arak ribuan warga putih mengelilingi kota Ternate dan melihat aksi pembakaran yang dilakukan oleh pihak dewan adat (kuning) terhadap warga Kampung Pisang, Maliaro dan Tanah Tinggi. Dari preseden yang buruk inilah secara serentak Maluku Utara membara di bulan Ramadhan. Daerah Halmahera Utara (minoritas muslim) seperti Tobelo, Galela, Ibu, Jailolo, Sidangoli dan yang terbaru Morotai Selatan terjadi pembantaian kaum muslimin. Oh ya bagaimana dengan Tobelo dan Galela, yang katanya telah terjadi pembantaian kaum muslimin hampir 3500 Jiwa!!
Mari Ikuti kronologis kerusuhan Tobelo bersumber dari data dari Posko Peduli Umat.
Jumat, 24 Desember 1999 Pukul 20.10 wbti . Menyongsong Natal 1999 di Tobelo, telah didatangkan pasukan pengamanan gereja dari Desa Leleoto, Desa Paca dan Desa Tobe, arah Selatan Kecamatan Tobelo. Kedatangan pasukan pengamanan gereja dari ketiga desa yang didominasi warga Nasrani itu datang dengan perlengkapan senjata (seperti mau melakukan perang) dan ikat kepala merah yang diangkut dengan truk milik keluarga Jansen Pangkey. Kondisi ini tentunya mendatangkan kemarahan warga muslim di Dufa-Dufa Tobelo, menurut warga muslim, mengapa pengamanan di gereja di malam natal itu, harus dengan perlengkapan senjata? Pada saat yang sama, di Desa Gorua (yang didominasi warga muslim) arah Utara Kecamatan Tobelo, melalui Pdt. Yan Rubawange dengan alasan kebersamaan, memintakan masyarakat Islam Gorua menjaga gereja di desa tersebut. Warga muslim Gorua yang dengan keikhlasan mengabulkan permintaan itu. Malam itu gereja di Gorua dijaga oleh warga muslim Gorua hingga pagi hari. Padahal semua ini hanya sebuah siasat kelompok merah (Nasrani).
Sabtu,25 Desember 1999 Pukul 20.45 btwi. Terjadi pelemparan pada rumah milik seorang warga beragama Muslim, pelemparan tak diketahui. Tak beberapa lama terjadi lemparan balasan yang menurut informasi mengenai rumah milik Chris Maitimu (Purn) Polisi di Gosoma Barat. Suasana ini dapat diatasi. Lalu ada warga yang melihat purnawirawan Maitimu ini berjalan menuju ke arah Gosoma (yang dominan ditempati warga Kristen). Selanjutnya,dalam waktu yang tidak terlalu lama, terlihat 5 orang pemuda dari Gosoma mabuk dan berteriak sambil berjalan ke arah tempat pasar kaget (berhadapan dengan Toko Cenral Asia). Padahal saat itu ummat Islam masih melaksanakan Shalat Tarawih. Kelakuan 5 orang pemuda ini membuat masyarakat yang ada di lokasi tersebut kaget dan melarikan diri. Disaat itulah, kelima pemuda yang mabuk itu menuju jalan berputar depan gereja Pantekosta,dari sanalah tiang listrik dibunyikan. Suasana malam itu mulai tegang. Masyarakat di Jalan Baru (Islam) dengan masyarakat Gosoma (Kristen) mulai saling mengkonsentrasikan massa.
Minggu-Senin, 26-27 Desember 1999 Pukul 21.05 btwi. Amuk rusuh itu mulai pecah. Tiang listrik ,takbir di masjid-masjid serta lonceng gereja mulai berbunyi dalam Kota Tobelo. Pertikaian berdarah terjadi di mana-mana dan tak dapat dicegah. Ummat Islam Tobelo yang selama ini tidak mengetahui rencana jahat dari kelompok merah (Nasrani) berhadapan dengan perlengkapan senjata seadanya. Sebaliknya masyarakat Nasrani Tobelo memiliki perlengkapan yang luar biasa. Menurut saksi, bahan peledak (bom rakitan), bom ukuran standar,sangat banyak sampai sampai diangkut dengan gerobak dan tiap warga merah (Nasrani) membawanya (serta amunisi lainnya) dengan memakai peti. Selain bom rakitan, warga merah (Nasrani) juga memiliki senjata otomatis type "MM" dan ranjau darat (informasi yang berkembang perlengkapan canggih untuk memusnahkan ini dikirim dari Phillipina dan Australia melalui Sangir-Talaud). Ledakan bom terjadi di mana-mana. Warga muslim Tobelo banyak yang mengungsi di Masjid ,terutama kaum ibu dan anak-anak. Banyak bangunan yang hancur termasuk Masjid-Masjid yang ada di Tobelo, serta fasilitas pendidikan Islam. Juga penjarahan oleh warga Nasrani terhadap barang-barang milik warga muslim, terutama yang punya toko.
Kekuatan massa warga Nasrani justeru lebih besar daripada warga Muslim (sekitar 23.000 orang Nasrani berbanding 7000 orang Muslim). Kekuatan warga Nasrani yang besar itu ternyata sebagian besar para pengungsi (dari Payahe, Oba dan Gane mayoritas Kristen) yang ada di Tobelo. Dengan kekuatan yang tidak seimbang itu, ummat Islam dibuat bulan-bulanan. Bahkan daging dan darah babi itu mereka tebarkan di jalan-jalan. Ada informasi hingga kedalam Masjid.
Pada hari Senin,27 Desember 1999 di Desa Dokulamo Kecamatan Galela, warga Nasrani melakukan pembunuhan dan pembantaian terhadap Imam Masjid Nurul Huda Desa Dokulamo, bernama Hi. Jailan Tobuku. Setelah warga muslim menguburkan jenazah Imam tersebut, warga Nasrani membongkar kembali kuburan tersebut, dan jenazah Imam lalu disalib dan dimasukkan daging babi kemulut mayat Imam tersebut oleh warga Nasrani. Tanggal yang sama (27 Desember 1999) juga terjadi pembantaian terhadap warga muslim yang berlindung di Koramil Tobelo. Pembantaian terjadi di dalam kantor Koramil dan beberapa warga Muslim dicincang dihadapan aparat dan juga dihadapan Danramil Tobelo. Pihak Koramil tak mampu berbuat apa-apa (atau sengaja membiarkan ?).
Selasa,28 Desember 1999 Posisi warga Muslim Tobelo terdesak oleh pasukan merah (Nasrani). Akhirnya seluruh warga Muslim Tobelo digiring hingga ke Masjid Raya Al-Amin Tobelo. Disinilah warga Muslim terkepung dari semua jurusan . Untunglah ada bantuan dari aparat keamanan dan menghalau pasukan merah. Terjadi evakuasi warga Muslim ke Kompi C Yonif 732. Keadaan Kota Tobelo pada hari itu lumpuh total, tak ada lagi perlawanan warga Muslim terhadap pasukan merah. Dan hari itu juga, rumah-rumah milik warga muslim di Tobelo dibumi-hanguskan oleh pasukan merah. Di Gamhoku (arah Selatan Tobelo), warga muslim diajak oleh warga Nasrani Gamhoku, melalui Pdt. Gultom (orang Batak Pimpinan Jemaat Gamhoku) untuk menghadiri Peringatan Natal Bersama yang dilaksanakan di Gereja Gamhoku. Di dalam gereja itulah, warga Nasrani mengatur rencana untuk menghabiskan warga muslim dan juga memaksa warga muslim makan babi. Ada jatuh korban dari warga muslim dalam gereja. Dan juga di dahi mereka terdapat tanda salib.
Rabu,29 Desember 1999 Di Desa Togoliua, arah Selatan Tobelo yang penduduknya beragama Islam, dibantai oleh aparat dan warga merah (Nasrani) dalam Masjid Al-Ikhlas Togoliua. Korban terdiri dari anak-anak, ibu-ibu dan laki-laki tua yang tak mampu. Jumlah korban sekitar 400 orang dan tanggal 2 Januari 2000 kemarin mereka dikebumikan secara massal menggunakan eksavator oleh aparat, berita ini langsung disampaikan oleh saksi yang mengungsi ke Ternate. Juga di daerah Trans Suka Maju Togoliua (yang kebanyakan dari Jawa, beragama Islam) habis dibantai seluruhnya. Dan tak ada satu yang tersisa. Para wanita diperkosa.
Jumat, 31 Desember 1999 Pasukan merah (Nasrani) yang dipimpin oleh Pdt. Soselissa dan J. Huwae (Mantan Camat Tobelo) bergerak ke Gorua disertai grup drum band. Dengan pengeras suara (Megaphone) Pdt. Soselissa (Asuhan RMS ?) mengucapkan kata-kata sebagai berikut: " Orang Islam Indonesia harus dihabiskan karena bikin kotor. Jangan takut, maju terus karena ada bantuan dari Belanda, Inggris dan Australia. Jadikan Tobelo sebagai ISRAEL KEDUA. Tokoh-tokoh Islam di Gorua harus ditangkap hidup-hidup seperti Hi. Abd. Rahim Hi. Ahmad (Imam Masjid Al-Muttaqin Desa Gorua) dan Hi Husri Hakim) ..." (Ucapan ini sempat didengar oleh beberapa warga muslim Gorua yang disampaikan kepada POSKO PEDULI UMMAT). Di Desa Gorua Kecamatan Tobelo itulah,merupakan pertahanan terakhir ummat Islam di Tobelo dan puluhan warga muslim yang mengamankan diri dalam masjid Al-Muttaqin Gorua, dibom dan dicincang mayatnya oleh warga Nasrani (korban yang terbantai kurang lebih 30 orang). Pertahanan di Desa yang mayoritas Islam ini bobol, dan warga Nasrani Tobelo dengan leluasa melanjutkan ke Desa Popilo arah Utara Kecamatan Tobelo yang juga penduduknya mayoritas Islam, dibantai oleh warga Nasrani. Pembantaian dilakukan di dalam Masjid Muhajirin Desa Popilo, sekitar jam 10.00 btwi dan korban terbantai sebanyak (kurang lebih) 30 orang.
Catatan Tambahan Kerusuhan Tobelo:
1). Tragedi Ramadhan berdarah di Tobelo, Galela serta Halmahera Utara ini merupakan tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah kerusuhan di Indonesia. Karena pembantaian yang dilakukan warga Nasrani terhadap warga muslim berlangsung dalam masjid. Bahkan satu desa yang berpenduduk Islam dihabiskan dalam masjid. Juga para wanitanya diperkosa, setelah itu dihabisi dan dibantai. Tak ada lagi peri-kemanusiaan.
2). Tragedi dan kerusuhan yang dimulai oleh warga Nasrani ini mempunyai cara kerja yang sangat rapi dan sistematis. Diduga keras memiliki jaringan konspirasi dengan tragedi Ambon yang dilancarkan oleh RMS (Repulik Maluku Sarani = Selatan). Karena tokoh-tokoh kunci dalam tragedi Tobelo, Galela dan Halmahera Utara di motori oleh orang-orang Ambon (RMS ?). Seperti; Pdt. Soselissa (Pimpinan Jemaat Kupa-Kupa Tobelo Selatan), J. Huwae (Mantan Camat Tobelo), Ny. May Luhulima (Anggota DPRD Tk.II Maluku Utara-Fraksi PDIP,juga seorang provokator utama) serta Marthen Lokollo (Pegawai Pengadilan Negeri Tobelo) juga S. Sakalessy (Kepala Sekolah SMTP Negeri II Tobelo). Serta ditambah tokoh-tokoh Kristen yang berpengaruh di Tobelo, yakni; Ir. Hendrik (Hein) Namotemo,MSP (Kepala Bidang Perekonomian BAPPEDA Tk.II Maluku Utara - Juga Wakil Ketua MPS GMIH), Drs. Djidon Hangewa, MS (Kepala Dinas LLAJ Maluku Utara, & Wakil Ketua MPS GMIH), Zadrak Tongo-Tongo (Ketua Pemangku Dewan Adat Hibualamo Tobelo, Pegawai Statistik Kecamatan Tobelo), Ir. Frans Manery (Mantan Anggota DPRD Tk. II Maluku Utara, juga Pengurus MPS GMIH), Suami Istri Pieter Matahelamoal, SH (Pengurus Gereja Katolik Ternate) & Dra, Joice Mahura (Pegawai Dinas Pariwisata Kantor Bupati Maluku Utara), Hanoch Tonoro (Pegawai Kakancam P&K Tobelo), Pdt. Gultom (dari Batak Yang menjadi pimpinan Jemaat Gamhoku), Serta Ketua Sekolah Tinggi Teologia (STT) GMIH Tobelo (Pdt. Aest, M.Th) & Civitas Academica-nya. (Di STT-GMIH inilah tempat bagi warga Nasrani menyusun Strategi & Pelatihan Penyerangan serta Pengendalian Alat Tempur/senjata dilakukan dengan bimbingan tenaga Resimen Mahasiswa STT-GMIH dan tentunya tenaga ahli dari luar lingkungan STT).
3). Sedangkan finansial dan perlengkapan lain saat ini terjadi penyerangan didukung oleh beberapa Pengusaha Warga Keturunan (Cina), seperti: - Haenart Kusuma (Pemilik KM Garuda I) yang menyangkut bahan amunisi dari pulau Bobale, Hate Tabako (Wasile), Pulau Kumo, Daru dan Doro menuju Tobelo -Hae "Seke" (Pemilik Golden Karaoke & Night Club di Wosia) yang menyumbang bahan bakar. Suami-Istri Jansen Pangkey & Lenny Carla Karyose (Pemilik Favourite Photo) penyandang dana dan fasilitas dan sebagai spionase (mata-mata). Yak Sang (Warga Keturunan) yang suka menyogok pejabat dan aparat di Tobelo Suami istri Edy Tobin (Pemilik Toko Sinar Mas) penyandang dana. Juga PT. Nusa Halmahera Mineral (NHM) yang mengangkut amunisi dengan helikopter milik perusahaan asing tersebut.
Kerusuhan di Sidangoli, Jailolo 29 Desember 1999. Desa Sidangoli kecamatan Jailolo, diserang warga Kristen secara mendadak. Pada saat yang sama, lokasi Transmigrasi Goal yang umumnya transmigran muslim asal pulau Jawa, diserang. Ribuan warganya dibantai. Sementara wanita mudanya dijadikan pemuas nafsu birahi dan juru masak untuk melayani lasykar Kristen yang sedang bertempur. Di desa Soakonora Jalan baru, kecamatan Jailolo, warga muslim diserang. Sedang beberapa desa di jailolo, seperti Tuada dan desa lainnya, warga muslimnya dibantai secara biadab, sementara pemukiman mereka diratakan dengan tanah. Warga Muslim luar Jailolo yang membantu penyelamatan warga Muslim Jailolo, ditembaki aparat. Kurang lebih 10 orang telah tewas di ujung peluru oknum TNI dan Polri.
Kronologis Kerusuhan di Ibu Kecamatan Sahu,
2 Januari 2000 . Penduduk kecamatan Sahu diserang serentak dari segala arah. Sandi yang digunakan, Nuri jepit Kakatua putih. Puluhan warga dibantai. Pertahanan warga muslim dibobol dengan tembakan sporadis oleh oknum-oknum TNI dan Polri yang beragama Kristen, dan lemparan bom rakitan dari massa Kristen. Pengakuan seorang warga muslim membenarkan hal itu. Ia mengaku, saat itu ditembak dada kanannya oleh orang berpakaian loreng. Sementara dari atas pohon, sniper beraksi menghajar pengungsi muslim yang bergerak meninggalkan desa mereka. Desa Tacim, Ropu, Sangaji, dan Jarakore, dihajar hingga warganya menceburkan diri ke laut.
2 Januari 2000 Desa Gam Ici dan Gam Lamo, Tongute Ternate, serta desa Tahafo, kecamatan Ibu, diserang oleh gabungan 21 desa Kristen. Dalam waktu 3 jam, warga muslim dipukul mundur. Warga yang sudah tak berdaya dibantai, dan mayat mereka dibakar bersama rumah mereka. Terhitung 30 orang yang dibantai tanpa senjata.
3 Januari 2000 Desa Gamsungi Kecamatan Ibu yang berpenduduk hanya 635 orang, diserang oleh warga Kristen gabungan 9 desa besar. Satu orang muslim Gamsungi, Ma-bud Hasan, meninggal dunia akibat tembakan oknum aparat kepolisian, Serda Pol. Colombus, dari satuan Polantas, Polres Maluku Utara.
4 Januari 2000 Warga desa Talaga kecamatan Ibu yang sudah meletakkan senjata, diserang hingga banyak yang terpaksa lari ke laut. 2 warga meninggal dunia di sini. Secara umum warga muslim diserang dengan bom-bom rakitan, serta senjata standar milik TNI dan Polri. Diduga ada keterlibatan oknum TNI dalam ethnic cleansing di Halmahera Utara dan Barat. Karena sat natal, mereka minta cuti sambil membawa persenjataan dengan peluru dalam jumlah lumayan.Juga peran PT.Nusa Halmahera Minerals (NHM), perusahaan tambang emas dari Australia, turut berperan dalam serangan warga Kristen terhadap pemukiman muslim. Penggunaan dinamit dalam operasi penyerangan warga Kristen, diduga kuat berasal dari pasokan gudang dinamit NHM di Gosowong, Kao. Semua serangan ke kantong-kantong muslim, bagai mengikuti skenario dokumen "Sosol Berdarah" yang dibantah kebenarannya oleh pendeta S.Titaley, ketua sinode Gereja Protestan Maluku. Secara keseluruhan, kurang lebih 3500 warga muslim telah tewas dalam ethnic cleansing di Halmahera Utara. Kini, di Tobelo tak ada lagi gema Allahu Akbar dan kumandang ayat-ayat Suci al-Quran. Semuanya sudah digantikan dengan teriakan kesetanan ummat Kristiani dan lonceng-lonceng gereja. Ini adalah tujuan mereka yang sudah direncanakan. Bahkan ada kalimat-kalimat yang ditulis di dinding-dinding dan diteriakkan yang mendiskreditkan Islam. Seperti; "Orang Islam Indonesia bikin kotor... Jadikan Tobelo sebagai ISRAEL KEDUA..." dan sebagainya. Bahkan bendera merah (simbol Kristen, yang diikatkan di kepala saat berhadapan dengan ummat Islam Tobelo) telah dikibarkan di atas kubah-kubah masjid yang ada di Tobelo (terutama di masjid raya al-Amin), juga daging babi mereka naikkan ke masjid. Begitu juga saat terjadi penjarahan di Toko
Buku Sukainah milik ummat Islam, pasukan merah Nasrani menghambur-hamburkan isi toko, dan ketika mereka temukan Al-Qura-nul Karim, lalu disobek-sobek dan lembaran Al-Qura-nul Karim itu ditempelkan ke babi, mereka juga mengencingi Al-Qura-nul Karim itu. Naudzubillahi mindzalik...!
Melalui Majelis Pekerja Sinode (MPS) Gereja Masehi Injil Halmahera (GMIH) mereka telah mengatur strategi dengan lapisan-lapisan tertentu. Lapisan Pertama adalah orang-orang pengatur strategi (seperti Ir. Hein Namotemo, MSP; Drs. Djidon Hangewa, MS; J. Huwae, Pendeta Aest, M.Th [Ketua STT-GMIH] dan petinggi-petinggi MPS GMIH). Lapisan Kedua diisi oleh para provokator (seperti, Ny. May Luhulima, Dra. Joice Mahura dan suaminya [Pieter Matahelamual, SH]; Pendeta Soselissa, S. Sakalessy, Zadrak Tongo-Tongo, Hanoch Tonoro, Ir. Frans Manery, Herry Hiorumu, SH, MS. Nuku Romony, dan sebagainya), Dan Lapisan Ketiga adalah lapisan penyerang/pemukul yang terdiri dari pemuda-pemuda Kristen pemabuk dan masyarakat Kristen yang radikal dan otak udang. Dengan demikian, MPS GMIH telah membuat konspirasi yang begitu rapi dan sistematis serta memiliki modus operandi yang mirip dengan gerakan-gerakan separatis seperti RMS. (ada hubungan dengan tragedi Ambon ?).
Disinilah, dapat diketahui, bahwa ajaran Kristen melalui gereja (GMIH) tidak ubahnya sebagai mesin kepentingan dari orang-orang yang serakah dan haus kekuasaan. Apakah ini terkait dengan kepentingan mereka saat Otonomisasi dihembuskan? Di mana Halmahera Utara akan berubah status menjadi Kabupaten? Sungguh, gereja tidak lagi membawa pesan-pesan Ketuhanan dan kedamaian, tapi justeru membawa bencana kemanusiaan, karena para pendeta tak lebih dari seekor anjing yang rakus. Sungguh sangat disayangkan. Padahal jauh hari sebelum itu, mereka (para kelompok Nasrani) telah mengelabui ummat Islam Tobelo dengan pendekatan budaya Hibualamo yang banyak mengumbar janji kedamaian, kemanusiaan, hidup rukun dan tidak ada penyerangan. Tapi nyatanya, semua itu hanyalah sebuah kemunafikan yang dibungkus.
Ya Allah Rapatkanlah tali ikatan kaum muslimin di Maluku Utara, khususnya dan Indonesia umumnya. Berikanlah kekuatan dan kemudahan kepada kami untuk berjihad membela saudara-saudara kami yang tertindas oleh kaum Nasrani.Menangkanlah kami dalam menghadapi kaum kafirin dan mohon ampunlah atas dosa kami, maafkanlah kekhilafan kami serta berikanlah kami curahan Rahmat-Mu. Ya Allah, Jikalau kami harus mati, matikanlah kami sebagai syuhada yang membela agama-Mu. Jadikanlah kecil, musuh-musuh dalam pandangan kami, dan jadikanlah kami sebagai kekuatan yang besar, dimata para musuh kami. Ya Allah, berikanlah azab kepada orang-orang yang membuat makar sehingga kami bertumpah darah. Lepaskanlah diri kami dari tipu muslihat mereka. Tampakkanlah dihadapan kami, yang benaritu benar dan salah itu salah.